Gula 300.000 ton masih menumpuk



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ribuan ton gula konsumsi menumpuk di gudang, belum terjual. Diperkirakan jumlah gula yang menumpuk di gudang tersebut mencapai lebih dari 300.000 ton baik yang merupakan milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) perkebunan maupun milik para petani.

Menumpuknya gula petani diakui oleh Ketua Umum Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia ( APTRI) Soemitro Samadikoen mengatakan, gula petani banyak menumpuk di pabrik-pabrik milik penggilingan gula. Stok gula petani yang menumpuk diprediksi mencapai 300.000 ton.

Bahkan gula-gula itu diperkirakan tidak akan terjual sampai akhir 2017. "Agar petani tidak terus merugi, kami menjual stok gula itu ke pedagang karena harganya lebih tinggi daripada pembelian Perum Bulog," ujar Soemitro kepada KONTAN, Rabu (25/10). Namun karena pedagang tidak bisa membeli dalam jumlah banyak, akhirnya stok gula petani masih menumpuk di gudang.


Menurut Soemitro, petani gula bisa menjual gula ke pedagang dengan harga Rp 9.900 per kilogram (kg). Harga itu lebih baik dibandingkan dengan harga pembelian Bulog yang sebesar Rp 9.700 per kg. Soemitro menyayangkan kebijakan Bulog yang membeli gula petani dengan harga rendah, padahal gula eks impor saja dijual dengan harga Rp 11.000 per kg.

Direktur Utama PTPN III Holding Dasuki Amsir menambahkan, produksi gula PT Perkebunan Nusantara (PTPN) dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) hingga 20 Oktober 2017 mencapai 1,06 juta ton. Gula tersebut terbagi dua kepemilikan, yaitu milik pabrik gula 503.236 ton dan gula petani 564.611 ton. Dari total produksi gula tersebut, sebanyak 755.266 ton masih menumpuk di gudang.

Namun Dasuki membantah bila stok itu menumpuk, karena gula-gula itu bukan sepenuhnya milik pabrik gula dan petani. Stok gula tersebut juga terdapat gula yang sudah dibeli Bulog dan pedagang tapi masih disimpan di gudang.

Menurutnya, stok milik pabrik gula sebesar 252.671 ton dan milik petani sebesar 92.909 ton. Gula milik pedagang yang disimpan di gudang sebesar 345.598 ton, sedangkan gula Bulog sebanyak 64.088 ton. Berdasarkan angka tersebut, gula yang belum terjual sebesar 345.580 ton.

"Gula yang sudah dibeli masih ada yang disimpan di gudang, sementara gula yang belum laku hanya stok milik pabrik gula dan petani," ujar Kepala Bagian Operasional Tebu dan Aneka Tanaman PTPN III Putu Sukarmen

Monopoli gula

Kebijakan tata niaga gula memang terus menimbulkan gejolak. Setelah sebelumnya Kementerian Perdagangan mengeluarkan aturan Harga Eceran Tertinggi (HET) gula dan mewajibkan lelang gula rafinasi, pemerintah juga membuat aturan monopoli tata niaga gula konsumsi.

Aturan ini dimuat dalam surat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian lewat nomor S-202/M.EKON/08/2017 yang mengatur bahwa yang membeli gula petani dan gula pabrik gula milik BUMN hanya Bulog dangan harga Rp 9.700 per kilogram.

Aturan ini menurut Soemitro, membuat banyak petani yang enggan menanam tebu karena harganya rendah dan penjualannya tidak lancar. Apalagi pemerintah juga mengimpor gula lebih besar daripada kebutuhan. Jika pada 2016 kebutuhan gula konsumsi sebesar 2,7 juta ton dan produksi gula dalam negeri 2,3 juta ton, namun nyatanya pemerintah menerbitkan izin impor gula 1,6 juta ton sehingga ada kelebihan stok sebesar 1,2 juta ton.

Nah kelebihan impor gula tahun 2016 tersebut yang membanjiri pasar tahun ini. Akibatnya stok membeludak dan gula petani tidak bisa terserap pasar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini