Gula-gula bisnis gula rafinasi



Jakarta. Bisnis gula memang manis. Tudingan Panitia Kerja (Panja) Gula DPR bahwa sembilan pabrik gula rafinasi tak punya izin dinilai memiliki lain untuk memberi jalan importir lain.

Gula-gula bisnis gula.  Barangkali ini pula yang tengah terjadi di pasar industri rafinasi. Banyak pihak saling tuding atas kontroversi penutupan sembilan pabrik gula.  

Cerita ini bermula dari rekomendasi Panitia Kerja (Panja) Gula DPR yang mengaku menemukan fakta bahwa sembilan perusahaan rafinasi tidak memiliki izin operasional. Walhasil, "Pemerintah harus mencabut izin dan menutup pabrik-pabrik itu," ujar Abdul Wachid, Wakil Ketua Panja Gula DPR.


DPR mengaku memiliki dalih kuat  atas rekomendasi itu. Menurut Abdul, sejak diizinkan berdiri tahun 2008 dan memiliki izin impor gula mentah tanpa bea masuk, hingga kini tak satu pun industri yang membangun perkebunan tebu sendiri untuk memenuhi bahan baku sesuai dengan kapasitas pabrik gula mereka.

Hanya, Ketua Umum Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI) Benny Wachyudi  mengatakan, semua industri gula rafinasi yang beroperasi di Indonesia sudah mengantongi izin lengkap.  Kata dia,  izin operasional pabrik gula rafinasi berlaku seumur hidup. Jadi "Tudingan tidak memperpanjang izin adalah hal yang mengada-ada," ujarnya kesal.

Kecurigaan lain muncul dari Ketua Indonesia Sugar Watch Gatot Triyono. Dia menilai penutupan pabrik gula justru lebih banyak mudarat ketimbang manfaatnya.

Gatot curiga pernyataan Panja Gula DPR merupakan pesanan importir gula putih agar pemerintah membuka keran impor secara langsung. Menurutnya, Impor gula putih tidak memberikan nilai tambah untuk industri dalam negeri karena tidak melalui proses rafinasi.

Selain itu, kata Gatot,  menutup sembilan dari sebelas pabrik gula rafinasi di Tanah Air sama saja dengan upaya membunuh industri makanan dan minuman nasional yang menyerap hampir 18,9 juta tenaga kerja formal dan informal.

Selain itu, inflasi secara nasional juga berpotensi meningkat karena mahalnya harga makanan dan minuman akibat harga gula industri yang terlalu mahal.        

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto