Gula impor bikin harga gula makin pahit



JAKARTA. Rendahnya serapan di pasar dalam negeri membuat harga lelang gula di Pabrik Gula (PG) sepet. Masih maraknya peredaran gula rafinasi dan gula ilegal  menyebabkan stok gula di gudang PG menumpuk dan tidak dapat dijual. 

Lihat saja, mendekati akhir musim giling tebu, harga lelang gula hanya di kisaran Rp 8.100 per kilogram (kg) hingga Rp 8.200 per kg. Angka ini masih jauh dari Harga Patokan Petani (HPP) yang ditetapkan Kementerian Perdagangan (Kemdag) yang sebesar Rp 8.500 per kg. "Harga hancur lebur sekarang, tidak laku," kata Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen. 

Akibat pahitnya harga gula ini, mulai muncul kekhawatiran makin enggannya petani tebu mempertahankan lahannya. Petani jadi ogah mengurus tanaman dan kemungkinan lain adalah mengalihfungsikan lahan ke komoditas lainnya.


Soemitro pun berharap agar pemerintah bijak dalam menanggapi persoalan ini. Salah satu yang diharapkan petani tebu adalah agar pemerintah tidak melanjutkan pemberian sisa izin impor bagi produsen gula rafinasi mendatangkan gula mentah alias raw sugar sebanyak 133.000 ton di sisa tahun ini. "Bahkan seharusnya dilakukan moratorium impor gula mentah dahulu," katanya, Selasa (23/9) kemarin.

Berdasarkan perhitungan APTRI, musim giling tebu diproyeksikan selesai pada bulan Oktober-November mendatang. Meski demikian, beberapa PG di wilayah Sumatra telah selesai melakukan proses penggilingan pada bulan September ini.

Menteri Pertanian Suswono mengatakan, dari sisi produksi, sejauh ini tanaman tebu tidak ada gangguan dan masih sesuai dengan target yang diharapkan. "Tetapi petani masih trauma soal harga yang jatuh," ujarnya. Senada dengan Soemitro, Suswono bilang, penyebab utama harga lelang gula yang anjlok ini adalah tak terkontrolnya peredaran gula rafinasi. Terlebih di sejumlah pasar tradisional, gula rafinasi masih banyak dijumpai. 

Suswono bilang, masih banyaknya gula rafinasi yang merembes di pasar ini kemungkinan dikarenakan oleh beberapa hal. Pertama, volume impor yang diberikan terlalu banyak. Kedua, pengawasan dari peredaran produk ini cukup lemah. 

Sebenarnya, berdasarkan peraturan yang ada, produsen gula rafinasi yang telah beroperasi setelah tiga tahun harus membangun sektor hulu atau kebun tebu. "Harus ada sanksi terhadap PG yang berbasis rafinasi," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto