JAKARTA. Memasuki jenjang pendidikan tinggi, setiap orang akan dihadapkan dengan pilihan program studi dan jurusan. Pemilihan konsentrasi ini tentunya mempengaruhi perjalanan karir kedepannya. Sebagian orang memang telah menyasar perusahaan tertentu sedari awal. Namun, tak sedikit pula yang belum punya gambaran karir saat mereka masuk dalam program studi tertentu di perguruan tinggi. Imbasnya, banyak mahasiswa merasa kebingungan begitu lulus kuliah. Banyak pertanyaan muncul. Seperti, Setelah lulus mau jadi apa ya? Apa saja ya yang dibutuhkan utnuk mencari pekerjaan? Baiknya pilih perusahaan yang mana? Dunia kerja juga semakin terasa membingungkan, karena edukasi praktis tentang hal tersebut sangat minim. “Sekolah dalam hal ini universitas, tak terlalu nge-guide untuk pemilihan karir itu,” tutur Rangga Husnaprawira, alumni Universitas Indonesia yang juga sempat merasakan kegalauan saat menghadapi dunia kerja.
Mahasiswa Fakultas Ekonomi ini awalnya merasa bahwa pilihan kerja yang tersedia terlalu sempit. Untuk jurusan yang ia tekuni, Rangga bilang kebanyakan akan bekerja di sektor banking, otomotif, atau korporat lainnya. Padahal, diluar pilihan tersebut masih banyak pekerjaan lainnya, seperti start up, NGO, business organization dan lainnya. “Banyak temen-temen juga yang galau soal karir, bingung kalau lulus harus ngapain. Padahal nilai mereka tinggi dan banyak pengalaman,” ucap Rangga. Berangkat dari pengalaman pribadi dan teman-teman sesama mahasiswa, ia pun menginisiasi lahirnya Bukapintu sebagai solusi dari permasalahan tersebut. “Saya pikir, harus ada satu platform yang membantu mahasiswa untuk siapin diri dan memilih pilihan karir yang tepat,” jelas Rangga. Generasi milenial Bukapintu resmi meluncur April 2016. Jangan heran jika Rangga kemudian memilih berkarir di startup. Sebelumnya, ia pernah direkrut menjadi bagian dari tim Uber di Indonesia. Kesempatan ini pula yang juga menjadi salah satu inspirasinya. Rangga mengandalkan kucuran dana dari investor pribadi dan dari venture capital. “Kami masuk GnB Accelerator, inkubator bisnis yng merupakan joint venture dari Silicon Valley dengan perusahaan teknologi di Jepang,” tuturnya. Bukapintu hadir dalam bentuk website. Bukapintu.co menyediakan informasi seputar karir, profil perusahaan, lowongan pekerjaan, hingga panduan pembuatan curriculum vitae (CV) berstandar internasional. Tujuan utama portal ini untuk membantu user membuat keputusan karir yang tepat. Tak hanya pilihan kerja “tradisional” seperti BUMN atau korporat lainnya, tetapi Bukapintu juga berusaha memberikan wawasan untuk pilihan kerja lain yang belum diketahui secara umum. Mereka menyasar job seeker berusia 18-25 tahun, baik mahasiswa maupun recent graduate. Mulai dari pencari lowogan full time job, internship, project work, junior manager, management trainee, hingga level manager. Demi mewujudkan misinya, Rangga menyiapkan beberapa jurus yang sekaligus menjadi pembeda antara Bukapintu dengan portal serupa lainnya. Salah satunya adalah dengan menyediakan treatment yang tepat untuk target user. Yakni dengan menyediakan konten dan panduan agar pengguna aware dengan dunia kerja. Selain itu, Bukapintu juga sengaja didesain untuk menyediakan konten-konten lokal. Selain dari sisi bahasaa, setiap konten yang diberikan juga telah disesuaikan dengan kondisi dunia kerja di Indonesia. Meski demikian, tak menutup kemungkinan,lowongan pekerjaan dan deskripsi perusahaan multinasioanal juga muncul, tapi tetap dengan kondisi kantor di Indonesia. Strategi penting lainnya, yang sekaligus menjadi model bisnis Bukapintu adalah layanan empower branding bagi perusahaan. “Job yang dipasang di kami, itu ada profil tentang company culture-nya. Kami bantu company itu untuk ceritakan misinya apa, pekerjaan sehari-hari, hingga testimonial,” jelas Rangga. Company profile ini bisa hadir dalam bentuk foto, video, maupun artikel dalam bentuk text di laman Bukapintu.co. Untuk layanan ini, Rangga sudah menyediakan tim fotografer, videographer, serta penulis konten yang siap mengerjakan proyek tersebut. “Jadi kami kenakan charge untuk company yang bikin konten tersebut. Disitu kami make money,” jelasnya. Konten seperti ini menurut Rangga penting. Mengingat, target user Bukapintu yang tergolong generasi milenial. “Milenial itu suka dengan konten attractive. Jadi kami bermain disitu. Selain itu, profil ini untuk memperlihatkan secara transparan saja, apa yang dilakukan company dan apakah nantinya user akan tertarik dengan perusahaan itu,” tuturnya.
Saat ini, setidaknya ada 70 klien yang sudah bergabung, baik dari perusahaan lokal, multinasional, maupun start up. Beberapa juga berupa NGO maupun business organization. Selama menggerakkan Bukapintu, tentu ada beberapa tantangan yang dihadapi Rangga. Dia bilang, beradaptasi dengan kemauan user menjadi salah satu hal yang berat. Pasalnya, untuk merubah sistem ataupun menghadirkan konten baru diperlukan data yang valid. Saat itulah, tim Bukapintu juga harus turun langsung ke lapangan. Kini, Rangga bersama lima karyawan terus mengembangkan Bukapintu. Saat ini, mereka masih fokus pada jangkauan user. Rangga ingin Bukapintu digunakan banyak mahasiswa di Indonesia. Karena itu, mereka sekarang penetrasi user lewat organisasi mahasiswa serta media sosial. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Havid Vebri