GWM bank akan naik



JAKARTA. Bank Indonesia (BI) akan menempuh berbagai kebijakan pengendalian inflasi. Salah satunya, menyerap kelebihan likuiditas melalui kebijakan menaikkan giro wajib minumum (GWM).

BI memilih opsi ini sebagai antisipasi meningkatnya inflasi, jika pemerintah jadi menaikkan harga bahan bakar minyak (Harian Kontan, 13 April 2012). Lewat kebijakan ini, bank sentral hendak mengerem belanja dan konsumsi masyarakat, sehingga harga-harga tidak melonjak tinggi.

BI mengkaji kebijakan ini setelah mensurvei konsumen dan pelaku pasar. Survei menunjukkan, ekspektasi inflasi sudah terjadi bulan lalu.


Sebagai langkah awal atau sebelum menaikkan GWM, bank sentral melakukan penguatan operasi moneter. Strategi ini sudah berjalan. Hasilnya, sampai Maret 2012, bunga operasi moneter di deposit facility overnight terjaga di 3,75% sementara instrumen BI bertenor 9 bulan meningkat dari 3,8% ke 4%.

Kepala Departemen Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter BI, Perry Warjiyo mengatakan sejak Maret 2012, arah kebijakan moneter BI bergeser, dari mendukung pertumbuhan ekonomi menjadi menjaga stabilitas harga dan moneter. "Dosis untuk menjaga stabilitas ini tidak terlalu keras, agar pertumbuhan ekonomi tidak terganggu," ujarnya, Selasa ( 17/4).

Perry bilang, kenaikan inflasi karena kenaikan BBM hanya bersifat sementara. Untuk mengendalikannya, BI memadukan kebijakan operasi moneter dan GWM. Tujuannya agar tidak terjadi kenaikan bunga di pasar yang mendorong kenaikan biaya dana.

Kalau BI hanya menggunakan operasi moneter, bunga akan naik tinggi sehingga mempengaruhi inflasi. "Sekarang belum ada alasan bank menaikkan bunga deposito atau kredit karena tren bunga masih menurun sementara bunga penjaminan LPS masih 5,5%," tambah Perry, tanpa menyebutkan kapan BI akan keluarkan aturan GWM.

Sekadar mengingatkan, BI terakhir kali mengeluarkan kebijakan GWM pada akhir 2010. Saat itu, BI menaikkan GWM valas secara bertahap dari 1% dana pihak ketiga (DPK) valas menjadi 8% DPK valas. Tahap pertama, yakni kenaikan dari 1% menjadi 5%, efektif per 1 Maret 2011. Disusul tahap kedua, dari 5% menjadi 8%, efektif per 1 Juni 2011. Sementara itu, GWM rupiah terakhir kali dinaikkan per 1 Oktober 2009, yakni dari 5% menjadi 8%.

Insentif Bank Indonesia

Selama ini, bank menempatkan kelebihan likuiditas di BI dalam bentuk surat berharga. Per Maret 2012, ekses likuiditas perbankan i Rp 742,02 triliun atau turun 0,92% dibandingkan Januari lalu. Komposisinya, sertifikat Bank Indonesia (SBI) Rp 94,5 triliun, deposit fasility Rp 197,8 triliun reverse repurchase agreement (repo) Rp 73,24 triliun, term deposit Rp 83,3 triliun dan sertifikat berharga negera (SBN) Rp 293,16 triliun.

Presiden Direktur Bank Central Asia (BCA), Jahja Setiaatmadja mengatakan, kenaikan GWM bisa mendorong kenaikan biaya dana. Pasalnya, bank harus membayar bunga kepada nasabah sementara GWM tidak mendapatkan bunga. "Ada baiknya bank dibolehkan melakukan reverse repo SUN ke BI bila kelebihan likuiditas sebagai insentif," ujarnya.

Wakil Direktur Utama Bank Tabungan Negara (BTN), Evi Firmansyah mengatakan, BI menaikkan GWM untuk menahan tingkat inflasi karena uang beredar atau money supply cukup besar. Namun kenaikan GWM juga akan meningkatkan bunga kredit.

Jika BI mau memberikan insentif, ada baiknya kenaikan GWM berupa secondary reserve, bukan GWM primer. "Bentuk secondary reserse surat berharga, bank mendapatkan bunga," ujarnya.

Direktur Keuangan Bank Mandiri, Pahala Nugraha Mansury mengatakan, saat ini sudah ada GWM tambahan untuk LDR dibawah 78%. Ada kemungkinan BI menaikkan GWM melalui revisi aturan denda LDR-GWM. Pasalnya, yang memiliki LDR rendah merupakan bank yang memiliki likuiditas melimpah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini