JAKARTA. Bank Indonesia (BI) akhirnya merilis aturan baru untuk mengendalikan ekses likuiditas dan menggiring bank untuk menyalurkan kelebihan likuiditas tersebut ke sektor riil dalam bentuk kredit. Kebijakan ini tertuang dalam Paket Kebijakan Giro Wajib Minimum (GWM). Isinya: kenaikan GWM Primer dan penetapan GWM menurut tingkat Loan to Deposit Ratio (LDR).Untuk kebijakan GWM Primer, BI memutuskan untuk menaikkan besar setoran GWM bank dari semula 5% menjadi 8%. "Putusan ini dilatarbelakangi pertimbangan akan adanya potensi tekanan inflasi ke depan, sedangkan kondisi ekses likuiditas di perbankan masih cukup besar," ujar Gubernur BI Darmin Nasution dalam konferensi pers di Gedung BI, Jakarta, Jumat (3/9).Kebijakan ini akan berlaku 1 November 2010. Darmin mengatakan, kebijakan ini memang cukup mendesak karena tekanan inflasi semakin besar. Dus, bank sentral berkepentingan untuk mengendalikannya, salah satunya dengan menyedot kelebihan likuiditas di pasar. "Ini memang lebih mendesak waktunya," kata Darmin. Dengan kebijakan ini, BI memperkirakan bisa menarik kelebihan likuiditas di pasar sebesar Rp 50 triliun. BI juga menggarisbawahi pentingnya penanganan laju inflasi yang Agustus lalu telah mencapai 6,44%. Kenaikan GWM Primer menjadi 8% ini disertai dengan insentif berupa renumerasi atau pemberian bunga sebesar 2,5% per tahun. Darmin menjelaskan, BI memberikan bunga bagi dana bank yang disisihkan untuk GWM ini. Pasalnya, BI tidak ingin kenaikan GWM Primer ini menambah hitungan biaya dana (cost of fund) perbankan. BI mengaku sudah melakukan simulasi efek kebijakan ini di setiap bank sehingga otoritas moneter ini yakin kebijakan baru ini tidak akan membawa dampak padabiaya dana bank dan bunga kredit. "Kami berkepentingan agar sektor riil tidak terganggu," imbuh Deputi Gubernur BI Budi Mulya.
GWM Primer naik jadi 8%, BI bisa sedot Rp 50 triliun
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) akhirnya merilis aturan baru untuk mengendalikan ekses likuiditas dan menggiring bank untuk menyalurkan kelebihan likuiditas tersebut ke sektor riil dalam bentuk kredit. Kebijakan ini tertuang dalam Paket Kebijakan Giro Wajib Minimum (GWM). Isinya: kenaikan GWM Primer dan penetapan GWM menurut tingkat Loan to Deposit Ratio (LDR).Untuk kebijakan GWM Primer, BI memutuskan untuk menaikkan besar setoran GWM bank dari semula 5% menjadi 8%. "Putusan ini dilatarbelakangi pertimbangan akan adanya potensi tekanan inflasi ke depan, sedangkan kondisi ekses likuiditas di perbankan masih cukup besar," ujar Gubernur BI Darmin Nasution dalam konferensi pers di Gedung BI, Jakarta, Jumat (3/9).Kebijakan ini akan berlaku 1 November 2010. Darmin mengatakan, kebijakan ini memang cukup mendesak karena tekanan inflasi semakin besar. Dus, bank sentral berkepentingan untuk mengendalikannya, salah satunya dengan menyedot kelebihan likuiditas di pasar. "Ini memang lebih mendesak waktunya," kata Darmin. Dengan kebijakan ini, BI memperkirakan bisa menarik kelebihan likuiditas di pasar sebesar Rp 50 triliun. BI juga menggarisbawahi pentingnya penanganan laju inflasi yang Agustus lalu telah mencapai 6,44%. Kenaikan GWM Primer menjadi 8% ini disertai dengan insentif berupa renumerasi atau pemberian bunga sebesar 2,5% per tahun. Darmin menjelaskan, BI memberikan bunga bagi dana bank yang disisihkan untuk GWM ini. Pasalnya, BI tidak ingin kenaikan GWM Primer ini menambah hitungan biaya dana (cost of fund) perbankan. BI mengaku sudah melakukan simulasi efek kebijakan ini di setiap bank sehingga otoritas moneter ini yakin kebijakan baru ini tidak akan membawa dampak padabiaya dana bank dan bunga kredit. "Kami berkepentingan agar sektor riil tidak terganggu," imbuh Deputi Gubernur BI Budi Mulya.