JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mulai menebar upaya ekstra (extra effort) demi mengejar target penerimaan pajak tahun ini. Berbagai bakal dipacu, dari intensifikasi pemeriksaan, penagihan, gijzeling, hingga ekstensifikasi pajak. Tak tanggung-tanggung, aparat pajak akan mengejar para wajib pajak (WP) yang sudah ikut program amnesti pajak hingga yang belum ikut. Pajak akan memeriksa WP atas aset dan penghasilan pasca amnesti pajak. Jika dalam pemeriksanaan, WP yang ikut amnesti ditemukan harta tahun 2015 dan sebelumnya belum masuk program pengampunan akan kena sanksi sesuai UU Pengampunan Pajak. Yakni harus bayar pajak penghasilan (PPh) serta denda 200% dari PPh yang dibayarkan.
Tak pelak, ancaman ini membikin jiper pengusaha. "Jika ingin mendapat setoran gede, lebih baik mendongkrak daya beli," tandas Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta. Ia berharap, pemerintah harus lebih realistis dengan kinerja industri yang saat ini masih lesu. Dorongan dengan membuat insentif akan membuat mesin swasta bergerak lebih efektif ketimbang terus-terusan menjadikan pengusaha sebagai target pajak. Pengamat perpajakan Universitas Pelita Harapan Ronny Bako menilai, extra effort Ditjen pajak sah saja karena ada dasar hukumnya. Namun, ia ragu strategi itu bisa membantu merealisasikan target penerimaan pajak. "Harusnya sudah dilaksanakan sejak dahulu. Seperti, gijzeling semisal udah diatur UU sejak 1983," kata Roni, Minggu (16/7). Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo, extra effort tidak akan membantu Ditjen Pajak merealisasikan targetnya.Pasalnya, hingga semester I-2017, pertumbuhan penerimaan pajak non migas hanya 8,2%, lebih rendah dari target Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2017 segede14%. Hitungan Yustinus, berdasar penerimaan Juni, realisasi pajak hingga akhir 2017 cuma Rp 1.075 triliun. Jauh dari RAPBNP 2017 yang diusulkan menjadi Rp 1.448,9 triliun.