Hacker Korea Utara Aktif Mencuri Rahasia Militer Negara Lain



KONTAN.CO.ID - Tim pengawas gabungan dari AS dan Inggris pada hari Kamis (25/7) melaporkan, peretas atau hacker Korea Utara kerap melakukan kampanye spionase dunia maya skala global dengan tujuan untuk mencuri rahasia militer.

Para hacker Korea Utara tersebut dijuluki Anadriel atau APT45 oleh para peneliti keamanan siber. Mereka dipercaya merupakan bagian dari badan intelijen Korea Utara yang dikenal sebagai Biro Umum Pengintaian.

Pengawas AS dan Inggris melaporkan, kelompok hacker itu menargetkan atau menerobos sistem komputer di berbagai perusahaan pertahanan atau teknik.


Baca Juga: Balon Sampah Korea Utara Jatuh di Sekitar Kantor Kepresidenan Korea Selatan

Termasuk di antaranya adalah produsen tank, kapal selam, kapal angkatan laut, pesawat tempur, serta sistem rudal dan radar.

"Otoritas terkait percaya bahwa kelompok tersebut dan teknik sibernya tetap menjadi ancaman berkelanjutan terhadap berbagai sektor industri di seluruh dunia, termasuk namun tidak terbatas pada entitas di negara masing-masing, serta di Jepang dan India," kata para pengawas, dikutip Reuters.

FBI dan Departemen Kehakiman AS mengakui bahwa Badan Penerbangan dan Antariksa Nasional (NASA), Pangkalan Angkatan Udara Randolph di Texas dan Pangkalan Angkatan Udara Robins di Georgia adalah beberapa dari korban aksi para hacker Korea Utara.

Dalam aksi peretasan bulan Februari 2022 silam, para peretas menggunakan skrip malware untuk mendapatkan akses ke sistem NASA selama tiga bulan. Lebih dari 17 gigabyte data yang tidak diklasifikasikan telah diekstraksi.

Baca Juga: Donald Trump Ajak Kim Jong Un ke Laga Bisbol untuk Redakan Tensi

Untuk mendanai seluruh operasi peretasan itu, para para peretas menggunakan ransomware untuk menargetkan rumah sakit dan perusahaan layanan kesehatan AS.

Pekan ini Departemen Kehakiman AS baru saja mendakwa satu tersangka, Rim Jong Hyok, karena berkonspirasi mengakses jaringan komputer di AS dan melakukan pencucian uang.

Salah satu aksi Rim terjadi pada Mei 2021. Saat itu Rim meretas sistem rumah sakit yang berbasis di Kansas dan menerima uang tebusan setelah dirinya mengenkripsi empat server komputer rumah sakit tersebut. 

Rumah sakit membayar dengan bitcoin, yang ditransfer ke bank China. Melalui pelacakan, diketahui bahwa dana ditarik dari ATM di Dandong, China, sebelah Jembatan Persahabatan China-Korea Utara yang menghubungkan kota itu ke Sinuiju, Korea Utara.