Hadapi Ancaman Resesi, Simak Racikan Portofolio Investasi untuk Investor Berikut



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Isu resesi di Amerika Serikat hingga kenaikan suku bunga menjadi perhatian. Untuk menghadapi ancaman ini, investor perlu menyesuaikan racikan portofolio investasinya.

Perencana keuangan Eko Endarto menuturkan, saat bunga naik maka yang tertekan pasti investasi di aset jangka panjang seperti properti, saham, dan sejenisnya. Apalagi, umumnya kondisi krisis akan terjadi selama 6 bulan sampai maksimal 2 tahun sampai tercipta keseimbangan baru.

Karenanya, Eko menyarankan investor untuk mulai mengurangi aset berisiko dan mulai beralih ke cash, deposito, atau emas. 


"Sebab likuiditas yang bagus memungkinkan seseorang untuk mudah bermanufer baik itu untuk jangka pendek, menengah, maupun panjang," ujarnya kepada Kontan.co.id, Rabu (22/6).

Baca Juga: Ada Ancaman Resesi Ekonomi AS, Cermati Saham Rekomendasi Analis

Eko menyarankan, secara moderat sebaiknya portofolio investasi dialokasikan sekitar 40% di obligasi atau emas. Lalu 30% cash atau deposito, dan sisanya ke saham bluechip atau reksadana saham yang terpilih.

Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus juga menilai obligasi menjadi instrumen yang paling menarik. Sebab merupakan salah satu produk investasi yang punya korelasi positif terhadap variabel inflasi dan tingkat suku bunga.

"Oleh sebab itu menunggu dan membeli hingga harga termurah merupakan salah satu kesempatan saat ini," katanya.

Namun bagi investor yang masih tetap ingin memegang saham, dia berpendapat ada beberapa saham yang dapat diperhatikan. 

Saham-saham itu, PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), PT Indofood CBD Sukses Makmur Tbk (ICBP), PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM), PT XL Axiata Tbk (EXCL), PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL), PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA), dan PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI).

Nico menjelaskan, saham konsumen primer merupakan kebutuhan mendasar. Di samping itu, kebutuhan akan jaringan internet di era sekarang ini selayaknya prioritas dan tentunya menara juga sebagai sarana pendukung operasinya sehingga saham telekomunikasi dan infrastrukturnya bisa menjadi pilihan.

Apalagi jika diperhatikan transformasi bisnis dari konvensional menjadi digital masih terus berlangsung yang akan mendorong pemeratan infrastruktur teknologi. 

Baca Juga: Investor Asing Kian Melirik Indonesia, Ini Faktornya

"Secara fundamental saham tersebut masih baik dalam hal profitabilitas maupun struktur permodalannya," jelasnya.

Adapun sentimen yang menjadi penopang sektor konsumen primer dari aktifnya inovasi dalam hal pengembangan produk. Sementara untuk sektor telekomunikasi selain dibutuhkan, juga lebih berfokus meningkatkan layanan daripada perang harga yang menggerus kinerja keuangan emiten.

Lalu, untuk INDF, JPFA, dan AALI berkaca dari krisis 2008, saham-saham tersebut cukup tangguh. 

"Hal ini yang kami lihat dapat menjadi daya tarik emiten tersebut tatkala pasar dalam situasi dan kondisi kurang baik," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi