Hadapi MEA, BEI dan OJK perkuat peran broker



JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mengkaji peraturan baru untuk memperkuat peran Anggota Bursa (AB). Penguatan peran broker itu dilakukan dengan beberapa alternatif.

Nurhaida, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK mengatakan, penguatan anggota bursa ini dilakukan untuk menghadapi persaingan di Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Ia mengatakan, saat ini ada tiga alternatif yang tengah digodok OJK dan BEI untuk memperkuat peran AB. Salah satunya adalah dengan menggabungkan (merger) AB yang memiliki modal kerja bersih disesuaikan (MKBD) rendah.

Broker dinilai kuat jika permodalannya juga mumpuni. Jika ada AB yang merger, maka kursi AB akan berkurang. BEI kemudian akan melelang atau membeli kembali (buyback) saham yang ditinggalkan oleh AB merger itu. Teknis mekanisme buyback itu masih dikaji oleh BEI. Nuhaida mengatakan, otoritas sudah bertemu dengan Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI) untuk menerima masukan mengenai penguatan peran AB tersebut.


"Opsinya bisa menambah modal atau merger. Kami masih berkoordinasi dengan broker dan kebijakan ini bisa segera diaplikasikan," ujarnya di Jakarta, Jumat (4/12). Menurut Nurhaida, opsi ini harus melihat kebutuhan seluruh pihak dan jika pelaku industri merasa keberatan, otoritas akan mencari jalan keluar lain.

"Apa tujuan utama memperkuat permodalan, agar punya daya saing kuat dan bisa bersaing di tingkat ASEAN," imbuhnya. Selain opsi merger, Direktur Utama BEI Tito Sulistio mengatakan, pihaknya juga berencana membuat klasifikasi anggota bursa berdasarkan MKBD-nya. Klasifikasi ini akan berhubungan dengan relaksasi transaksi margin.

"Kalau di bank itu ada bank kan ada bank kelas A, kelas B, kelas C. Maka nanti juga kalau MKBD lebih tinggi, marginnya bisa lebih rileks," jelas Tito. BEI juga menyiapkan infrastruktur General Clearing Member (GCM). Saat ini, anggota kliring hanya terdiri dari Individual Clearing Member (ICM) yang merupakan AB. Namun, dengan konsep restrukturisasi baru, AB tak wajib menjadi anggota kliring. Nantinya, GCM bisa menyelesaikan transaksi portofolionya sendiri. Jadi akan ada perusahaan yang khusus menangani penyelesaian transaksi. Dengan begitu, AB bisa fokus pada bisnis intinya yakni perdagangan. Ujungnya, broker bisa lebih efisien. Menurutnya, dengan GCM, akan ada penurunan risiko secara keseluruhan karena pembagian risiko antara KPEI dengan GCM. Saat ini AB masih wajib menjadi anggota kliring sehingga broker harus menyelesaikan proses transaksinya sendiri. Sementara dengan skema baru, broker bisa menggunakan jasa GCM untuk penyelesaian transaksi. Perusahaan penyelesaian transaksi atau GCM itu bisa berasal dari AB serta perusahaan efek non AB termasuk bank kustodian. Perusahaan yang akan menjadi GCM harus menyetor minimum cash collateral (MCC) sebesar Rp 60 miliar. Untuk ICM dana agunan minimum sebesar Rp 1 miliar. "Sekarang kan ada AB non kliring namanya non general kliring member, jadi AB kliringnya lewat AB lainnya, bisa lebih efisien" jelas Tito. Rudy Utomo, Direktur Utama PT Evergreen Capital, menyambut baik rencana otoritas pasar modal untuk memperkuat AB. Salah satu hal yang diinginkan AB adalah relaksasi soal transaksi. Misalnya, daftar transaksi margin diperbanyak.

"Kalau soal permodalan, tidak menjadi isu buat broker. Karena sudah punya pangsa pasar masing-masing," imbuhnya. Ia juga berharap otoritas juga memberikan insentif dengan mengurangi iuran AB.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan