Hadapi sandbox OJK, fintech PrivyID rancang skenario



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Privy Identitas Digital (Privy ID) merupakan salah satu financial technology (fintech) yang masuk list sandbox regulatory batch 2 oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Kami baru terima surat dari OJK sekitar dua minggu lalu, sekarang kami sedang mencoba menyusun skenarionya dengan mitra bank," ujar Marshall Pribadi, CEO & Founder Privy Identitas Digital (PrivyID) pada Sabtu (3/8).

OJK sendiri memberikan waktu satu bulan kepada setiap fintech untuk membuat skenario bisnisnya.


Baca Juga: Agar tidak boros, pengguna OVO bisa aktifkan OVO Budget

Sebelumnya, OJK secara resmi telah memulai sandbox regulatory batch pertama pada 1 Juli 2019. Pada batch I terdapat 23 fintech yang dinilai sebagai sampel. Sementara pada batch II nanti, akan ada 12 pemain lagi.

Dalam Inovasi Keuangan Digital (IKD), PrivyID merupakan pemain tunggal di klaster elektronic Know Your Customer (e-KYC). Seperti namanya, klaster ini berisi fintech yang bisa membantu verifikasi calon pelanggan secara elektronik.

PrivyID merupakan sebuah start up yang memberikan teknologi identitas tunggal dan terintegrasi secara universal di dunia digital bagi penggunanya.

Baca Juga: 3 langkah pilih fintech, bisa mengurangi risiko teror penagihan

Marshall menjelaskan sejak awal mulai tahun 2016, PrivyID masih terus mengembangkan bisnis e-KYC. Usaha ini memungkinkan orang dapat menyelesaikan urusannya dengan dokumen secara cepat.

Dia memberi contoh, misal seseorang ingin membuka rekening atau kartu kredit, maka orang itu tidak perlu datang ke kantor cabang untuk bertemu customer service.

Nah, untuk mempermudah hal tersebut, PrivyID hadir dengan teknologi untuk memastikan keaslian orang tersebut berdasarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK).

"Jadi kalau ada orang tanda tangan perjanjian utang atau kartu kredit, misal ada masalah sampai pengadilan, orang tersebut tidak akan bisa menyangkalnya," terang dia.

Baca Juga: Usai IPO, Hensel Davest Indonesia (HDTI) Fokus Kembangkan Fintech

Sebenarnya, perusahaan ini telah terdaftar dan diakui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Sehubungan dengan itu, PrivyID memiliki otoritas untuk menerima pendaftaran, memverifikasi, menerbitkan sertifikat dan tanda tangan elektronik bagi warga negara Indonesia.

Asal tahu, PrivyID adalah penyedia tanda tangan digital swasta pertama yang lulus semua persyaratan Permenkominfo 11/2018 dan terdaftar oleh Kemkominfo sebagai penyelenggara sertifikat elektronik (PsRE) sejak 7 Desember 2018.

Dalam laman webnya, PrivyID mengklaim seluruh tanda tangan elektronik yang dibuat perusahaannya memiliki kekuatan dan akibat hukum yang sah selayaknya tanda tangan basah.

PrivyID juga telah menjamin keamanan informasi datanya menggunakan teknologi asymmetric cryptography.

Saat ini PrivyID sudah bekerja sama dengan berbagai bank, multifinance, asuransi, dan fintech peer to peer (P2P) lending.

Paling anyar, pihaknya menjalin kerja sama dengan Bank Mandiri untuk aplikasi kartu kredit online di laman mandirikartukredit.com .

Baca Juga: Waspada, berikut ciri-ciri fintech ilegal

Menurut catatan Kontan, pengguna PrivyID berasal dari berbagai macam perusahaan seperti Telkom Indonesia, CIMB Niaga, Bank Mandiri, Bussan Auto Finance, Kredit Plus, Adira Finance, Bank BRI hingga start up dan perusahaan skala kecil menengah seperti Awan Tunai, Klik Acc, Kerjasama.com, ITX dan Sewa Kamera.

"Saat ini, PrivyID telah digunakan oleh sekitar empat juta tujuh puluhan ribu orang," tutur Marshall. Angka ini meroket sejak akhir tahun 2018 yang berjumlah sekitar 2,1 juta pengguna.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi