Hadapi Tantangan Perubahan Iklim, Sri Mulyani: Dibutuhkan Kerja Sama Global



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati  menyampaikan, dalam menghadapi perubahan iklim, suatu negara tidak bisa bekerja sendiri. Dibutuhkan kerja sama global untuk menghadapi tantangan ini, baik dari sisi pembiayaan, teknologi, dan keahlian untuk mencapai transisi yangadil dan terjangkau bagi semua.

Hal ini disampaikan pada rangkaian kegiatan dalam the Paris Summit for a New Financing Pact (Paris Summit 2023) yang dipimpin oleh Prancis serta India selaku Presidensi G20 tahun 2023 pada Jumat (23/6).

Menurutnya, saat ini, banyak negara berkembang memiliki keterbatasan dalam pendanaan perubahan iklim. Oleh karena itu, diperlukan dukungan sistem keuangan global termasuk bank pembangunan multilateral dalam mengatasi kesenjangan pembiayaan (financing gap) terutama untuk negara berkembang.


Baca Juga: 12 Startup dan UKM Sektor Biru Terpilih Presentasikan Solusi Bisnis di Blue Finance

Selain itu, langkah konkret dari negara maju sangat dibutuhkan untuk membantu pendanaan aksi iklim termasuk melalui pemenuhan komitmen sebesar USD 100 miliar per tahun yang hingga saat ini masih belum terpenuhi.

Di samping itu, diperlukan antisipasi dampak perubahan iklim dengan intensitas lebih tinggi yang berbahaya dan mengakibatkan kehilangan dan kerusakan (loss and damage) baik pada alam maupun manusia.

“Berbagai upaya dan antisipasi yang dapat dilakukan antara laindenganmeningkatkan kapasitas bank pembangunan multilateral dan lembaga keuangan, termasukmemprioritaskan fasilitas hibah dan concessional financing lainnya,” tutur Sri Mulyani mengutip keterangan resminya, Sabtu (24/6).

Sri Mulyani juga melakukan serangkaian kegiatan pertemuan bilateral di London, Inggris dan Paris, Prancis pada 21 hingga 23 Juni 2023 untuk bertukar pikiran tentang pemulihan ekonomi global, transisi energi, pembiayaan iklim dan pasar karbonhinggamembahas perkembangan Keketuaan Indonesia di ASEAN.

Keketuaan ASEAN tahun ini salah satu agenda prioritas Indonesia dalam Keketuaan terkait ketahanan pangan dan capainatasdisepakatinya ASEAN Taxonomy for Sustainable Finance versi 2 pada bulan Maret 2023. Pertemuan tersebut dilaksanakan dalam rangka kunjungan kerja di Inggris dan di sela-selarangkaian Paris Summit 2023 di Prancis.

Pertemuan-pertemuan bilateral tersebut tidak hanya membahas perkembangan isu ekonomi global beserta tantangannya, tetapi juga dimanfaatkan untuk meminta dukungan atasagenda- agenda prioritas Indonesia, seperti sektor energi dan keuangan, termasuk dalam hubungannya dengan kerja sama pada forum G20 dan lembaga keuangan multilateral yang strategis.

Baca Juga: Ilmuwan Ajak Institusi Pendidikan Beralih ke Makanan Nabati untuk Atasi Krisis Iklim

Paris Summit 2023 dihadiri oleh sejumlah kepala negara dan kepala pemerintahan dari Afrika Tengah, Arab Saudi, Armenia, Barbados, Benin, Bulgaria, Comoros, Gabon, Ghana, Ghana, Kamerun, Kenya, Rep. Kepulauan Seychelles, Kongo, Kroatia, Kuba, Mauritania, Mesir, Nigeria, Pakistan, Rep. Kepulauan Seychelles, Senegal Srilanka, Timor Leste, Togo, Tunisia, Zambia, Komisi Eropa, Dewan Eropa, Bank Sentral Eropa, dan Presiden AfricanUnion.

Sejumlah pimpinan lembaga internasional juga hadir di antaranya Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa, Presiden Bank Dunia, Direktur Dana Moneter Internasional, Bank, Sekretaris Jenderal OECD, dan sejumlah lembaga lainnya.

Pertemuan Paris Summit 2023 juga dihadiri sejumlah tokoh terkemuka global dari kalangan akademisi, filantropi, maupunlembaga masyarakat sipil (Civil Society Organisation / CSO).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi