Hajatan IPO pasca Lebaran bekal jangka panjang



JAKARTA. Meski sentimen negatif tengah menggoyang posisi Indeks Harga Saham Gabungan   (IHSG), sejumlah aksi penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO) dan penerbitan saham baru, terus mengerek kapitalisasi pasar Indonesia.

Berdasarkan data PT Bursa Efek Indonesia (BEI), hingga 2 Agustus lalu, nilai kapitalisasi pasar bursa sudah menyentuh angka Rp 4.605 triliun. Hoesen, Direktur Penilaian Perusahaan BEI menjelaskan, sepanjang tahun ini, aksi IPO dan penerbitan saham baru sudah menambah kapitalisasi pasar lebih dari Rp 30 triliun.

Banyaknya calon emiten yang berniat IPO hingga akhir tahun nanti diharapkan kian mendorong kepercayaan investor untuk kembali berinvestasi di pasar saham.


Dalam catatan Hoesen, setidaknya ada delapan calon emiten yang tengah diproses BEI untuk melantai di bursa efek pada periode Agustus hingga Desember 2013. Mereka adalah PT Puradelta Lestari, PT Siloam International Hospital, PT Arita Prima, PT Grand Kartech, PT Sido Muncul, PT Bank Indeks Selindo, PT Link Net, dan PT Andira Agro.

Dari daftar ini, nilai emisi Puradelta Lestari terbilang yang paling jumbo, yakni mencapai Rp 2,77 triliun.

Di luar daftar tersebut, masih terdapat nama lain seperti PT Batavia Prosperindo International, PT Wika Beton, PT Bank Muamalat Indonesia dan PT Blue Bird.Sayangnya, calon emiten Badan Usaha Milik Negara (BUMN) hingga kini belum mengajukan permohonan  ke BEI. Contoh WIKA Beton, anak usaha PT Wijaya Karya Tbk (WIKA). "Belum ada BUMN datang, Blue Bird yang katanya mau listing belum mengajukan," kata Hoesen.

Pengamat Pasar Modal Arman Boy Manullang menilai, kondisi pasar modal yang sedang tertekan bisa saja menjadi alasan bagi sejumlah calon emiten untuk menunda rencana IPO. Apalagi, menurutnya, sentimen bursa ke depan masih cenderung negatif.

Sialnya, pada saat kondisi tidak menguntungkan seperti ini, investor pasar modal juga cenderung tidak begitu memperdulikan aspek fundamental sang calon emiten. "Contohnya adalah IPO PT Semen Baturaja yang terbilang kurang sukses," tutur Arman.

Untuk investasi jangka panjang, tak ada salahnya investor mengoleksi saham-saham IPO tersebut. Namun, mereka harus tetap mempertimbangkan valuasi saham-saham itu.

Kata Arman, konsensus analis untuk rasio harga berbanding laba bersih per saham atau price to earning ratio (PER) saham IPO saat ini di level 13 kali. "Di bawah 13 kali disarankan beli," ujar dia.  Namun, investor juga juga harus membandingkan dengan valuasi sektornya.

IHSG, per 2 Agustus lalu, ada di level 4640,78,  memiliki PER sebesar 18,70 kali.     

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie