JAKARTA. Langkah DPR untuk menyelidiki kebijakan perminyakan negara mulai membuahkan hasil. Panitia Khusus (Pansus) hak angket bahan bakar minyak (BMM) telah menggali keterangan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hasilnya, kebijakan perminyakan itu ternyata telah merugikan negara mencapai Rp 27 triliun pada tahun 2002 hingga 2007. Kerugian itu timbul dari kontrak-kontrak pertambangan dan penyaluran minyak dan gas (migas). Tidak hanya di tingkat hulu saja, namun kerugian itu juga muncul dari kegiatan penyaluran migas di tingkat hilir. Di tingkat hulu, kerugian mencapai Rp 20 triliun, sedang sisanya berasal dari kegiatan di tingkat hilir. Anggota Pansus Angket BBM, Catur Sapta Edi menyatakan, data kerugian itu merupakan hasil investigasi pansus ketika memanggil BPK, Kamis (21/8). BPK telah melaporkan hasil audit kontrak-kontrak migas dengan sejumlah perusahaan pertambangan. “Hasilnya, kontrak-kontrak dengan perusahaan pertambangan migas itu banyak yang merugikan negara,” kata Catur.
Hak Angket Mulai Menguak Kerugian Negara
JAKARTA. Langkah DPR untuk menyelidiki kebijakan perminyakan negara mulai membuahkan hasil. Panitia Khusus (Pansus) hak angket bahan bakar minyak (BMM) telah menggali keterangan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hasilnya, kebijakan perminyakan itu ternyata telah merugikan negara mencapai Rp 27 triliun pada tahun 2002 hingga 2007. Kerugian itu timbul dari kontrak-kontrak pertambangan dan penyaluran minyak dan gas (migas). Tidak hanya di tingkat hulu saja, namun kerugian itu juga muncul dari kegiatan penyaluran migas di tingkat hilir. Di tingkat hulu, kerugian mencapai Rp 20 triliun, sedang sisanya berasal dari kegiatan di tingkat hilir. Anggota Pansus Angket BBM, Catur Sapta Edi menyatakan, data kerugian itu merupakan hasil investigasi pansus ketika memanggil BPK, Kamis (21/8). BPK telah melaporkan hasil audit kontrak-kontrak migas dengan sejumlah perusahaan pertambangan. “Hasilnya, kontrak-kontrak dengan perusahaan pertambangan migas itu banyak yang merugikan negara,” kata Catur.