JAKARTA. Sidang putusan gugatan PT Pukuafu Indah terhadap Newmont Indonesia Limited (NIL) dan Nusa Tenggara Mining Corporation (NTMC) ditunda majelis hakim sampai 4 November mendatang. Pukuafu menggugat kedua perusahaan asal Amerika Serikat itu atas perbuatan melawan hukum dalam proses divestasi saham Pukuafu dan PT Newmont Nusa Tenggara (NNT). Penundaan keputusan ini adalah kelima kalinya majelis hakim yang diketuai Singit Elier menunda putusan. Sebelumnya, majelis hakim menunda putusan karena seorang hakim sakit. “Putusan ditunda dengan alasan majelis hakim belum siap,” kata hakim Singit Elier di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (26/10).
Namun, sebelum sidang ditutup, kuasa hukum Newmont sempat menyerahkan putusan sela Singapore International Arbitration Centre (SIAC). Dalam putusan sela itu majelis arbitrase berpendapat setiap termohon telah mengalami kerugian akibat putusan dan pemohon harus memberi ganti rugi. Sampai dengan adanya putusan lebih jauh oleh majelis arbitrase, termohon tidak melanjutkan gugatan-gugatan di Indonesia dan tidak boleh mengajukan gugatan di Indonesia. "Putusan dari SIAC adalah sah dan mengikat terhadap Pukuafu dan pemegang sahamnya, serta pihak yang mewakili termasuk pengacara dari Pukufu,“ kata Vice President and Deputy General Counsel Newmont Mining Corp, Blake Rhodes. Menurutnya, bila Pukuafu mengabaikan putusan sela arbitrase itu maka Pukuafu dan kuasa hukumnya akan menanggung risiko atas tindakan mereka dan akan menanggung akibatnya. Sedangkan, Juru Bicara NNT, Rubi Purnomo, saat dihubungi KONTAN mengatakan penyerahan putusan sela SIAC itu merupakan bagian dari kelengkapan kasus.“Putusan itu juga baru keluar karena ditunda-tunda melulu,” katanya. Soal penundaan putusan, kuasa hukum Pukuafu, Thomas Mukin, menjelaskan majelis hakim baru akan bermusyawarah untuk memutuskan perkara. “Hakimnya baru akan bermusyawarah sehingga putusan belum siap. Kami hormati penundaan ini,” katanya. Serupa dengan Thomas, Rubi juga menghormati putusan hakim untuk menunda sidang putusan. PT Pukuafu Indah, salah satu pemegang saham PT NNT, mengaku memiliki hak untuk ditawari terlebih dahulu atas saham yang dijual pada NIL dan NTMC. Pukuafu bahkan mengaku pemilik sah atas 31% saham divestasi. Gugatan atas jual-beli 31% saham divestasi ini diajukan Pukuafu ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Karena proses hukum perkara divestasi saham ini terus berjalan maka NIL mengajukan gugatan permohonan arbitrase ke Singapore International Arbitration Centre (SIAC). NIL menggugat kasus ini lewat pengadilan arbitrase karena dalam Joint Venture Agreement (JVA) disebutkan sengketa antara NIL dengan pihak lain akan diselesaikan melalui persidangan arbitrase. NIL bersikukuh bahwa Pukuafu bukanlah satu-satunya peserta Indonesia yang mempunyai hak untuk ditawarkan terlebih dulu atas saham divestasi NNT. Pengalihan 7% saham divestasi PT NNT kepada Pukuafu merupakan pengalihan bersyarat. Namun, syarat itu tidak terpenuhi. Syarat itu yakni NIL dan NTMC selaku pemegang saham asing NNT tidak bersepakat dengan Pukuafu. Oleh karena itu, pihak NIL berkesimpulan tidak pernah ada keputusan yang menyetujui penjualan 3% saham divestasi tahun 2006 dan 7% saham divestasi tahun 2007 kepada Pukuafu. Sampai saat ini NNT telah melaksanakan divestasi atas 24% saham divestasi kepada pihak ketiga sesuai putusan arbitrase dan kontrak karya. 24% saham divestasi itu terdiri dari 3% saham divestasi tahun 2006, 7% saham divestasi tahun 2007, 7% saham divestasi tahun 2008, dan 7% saham divestasi tahun 2009. Dalam gugatannya terhadap NIL dan NTMC, Pukuafu menuntut klaim ganti rugi materiil sebesar US$ 26,6 juta dan imateriil US$ 500 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Djumyati P.