Hakim menolak gugatan Direct Vision ke Astro



JAKARTA. Astro Group Malaysia kembali di atas angin dalam perkara melawan PT Direct Vision, dan PT Ayunda Prima. Kemarin (5/5), Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat mengabulkan eksepsi kompetensi absolut yang diajukan Astro dalam perkara pembatalan putusan Singapore International Arbitration Centre (SIAC).

Dalam pertimbangannya, majelis hakim yang diketuai Nirwana menilai, Undang-undang (UU) No. 30/1999 tentang Arbitrase, pada intinya tidak mengakui pembatalan putusan Arbitrase Internasional. "Pembatalan hanya bisa dilakukan di negara asal yang mengeluarkan putusan tersebut," ujar Nirwana dalam pertimbangannya.

Karena itu, majelis menilai, PN Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili dan memeriksa perkara ini. Hakim pun memutuskan tidak bisa menerima gugatan Direct Vision. "Karena majelis tak berwenang, maka proses persidangan dihentikan," kata Nirwana.


Meski memutuskan tak berwenang mengadili dan memeriksa perkara ini, namun PN Jakarta Pusat tetap bakal melanjutkan perkara gugatan Direct Vision lain terhadap Astro. Dalam perkara yang satu ini, Direct Vision mengajukan permohonan agar putusan SIAC tak bisa dieksekusi (non eksekuator). Majelis hakim berpendapat, perkara ini tidak memiliki keterkaitan dengan perkara gugatan pembatalan putusan SIAC. "Meski pihaknya sama namun substansinya berbeda, karena perkaranya masih harus dibuktikan dalam persidangan," lanjut Nirwana.

Ahmad Djosan, Kuasa Hukum Astro tak dapat menyembunyikan kegembiraannya atas putusan tersebut. "Kami senang dengan putusan tersebut karena pertimbangan majelis hakim yang sudah sesuai eksepsi kami," ujarnya.

Abimanyu Wenas, Kuasa Hukum Direct Vision dan Ayunda menolak berkomentar atas putusan itu.

Harus bayar Rp 2 triliun

Sekadar menyegarkan ingatan, SIAC memutuskan menghukum PT First Media Tbk, Ayunda Prima, dan Direct Vision membayar ganti rugi sebesar US$ 230 juta kepada Astro. Ganti rugi itu merupakan kompensasi atas berakhirnya berakhirnya kerjasama pengelolaan TV berbayar Astro di Indonesia.

Pada Oktober 2008, Astro menggugat ketiga perusahaan itu. Perusahaan jaringan televisi berbayar asal Malaysia itu menggugat lantaran bersengketa soal rencana joint venture di Direct Vision, operator siaran Astro di Indonesia. Astro menyatakan, Ayunda Prima, anak usaha First Media yang menjadi pemilik Direct Vision, gagal menyelesaikan rencana kerjasama.

Pada 3 Oktober 2009, panel hakim SIAC memutuskan, penghentian kerjasama antara Direct Vision dan anak-anak usaha Astro. Hakim juga memerintahkan Ayunda Prima menghentikan gugatan terhadap Astro, anak usaha Astro; serta Ralph Marshall, Executive Deputy Chairman and CEO Grup Astro Malaysia di PN Jakarta Selatan.

Pada 5 Februari 2010, SIAC menghukum First Media dan kawan-kawan membayar biaya perkara sebesar RM 2.223,595 atau sekitar Rp 6 miliar.

Puncaknya, pada 16 Februari 2010, hakim arbitrase mengabulkan gugatan Astro. SIAC menghukum ketiga perusahaan itu membayar ganti rugi sebesar US$ 230 juta atau sekitar Rp 2,14 triliun kepada Astro Direct Vision kemudian mengajukan permohonan agar putusan SIAC itu tak bisa dieksekusi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie