Hakim Setyabudi bisa dijerat suap seksual



JAKARTA. Tersangka kasus suap terkait pengurusan perkara korupsi dana bantuan sosial, hakim Setyabudi Tejocahyono, bisa dijerat suap layanan seksual. Tersangka lain dalam kasus ini, Toto Hutagalung, mengaku sering diminta Setyabudi menyediakan layanan seksual.

”Dia bisa kena gratifikasi seks. Tinggal Toto ditanya nilai bayaran perempuan yang memberi layanan seksual tersebut. Kalau gratifikasi ini tidak dilaporkan, bisa menjadi suap,” ujar Direktur Gratifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Giri Suprapdiono di Jakarta, Selasa (16/4).

Menurut Giri, meski bentuknya layanan seksual, gratifikasi ini bisa dilaporkan dengan catatan berupa laporan penolakan. ”Tapi, konsep gratifikasi dilaporkan itu cuma Indonesia. Gratifikasi itu adalah bentuk pemberian. Motivasi dan mens rea (niat jahat) bisa dipidana,” kata Giri.


Secara terpisah, Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengungkapkan, pengakuan Toto bahwa dia sering diminta menyediakan layanan seksual kepada hakim Setyabudi masih ditelusuri dalam pengembangan penyidikan.

Dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), ketentuan gratifikasi hanya untuk penyelenggara negara dan pegawai negeri sipil. Setyabudi bisa dijerat karena menerima gratifikasi dalam bentuk layanan seksual kalau pemberian tersebut karena posisinya sebagai hakim. Akan tetapi, apabila pemberian layanan seksual tersebut terkait dengan jabatan Setyabudi sebagai hakim agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu, maka gratifikasi itu bisa dianggap sebagai bentuk suap.

Dalam Pasal 12B Ayat (1) UU Tipikor disebutkan, setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap jika berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugas. Dalam penjelasan Pasal 12 Ayat (1), yang dimaksud gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, meliputi uang, barang, rabat, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lain. Menurut Giri, layanan seksual bisa termasuk dalam kategori fasilitas lain.

Sebelumnya, pengacara Toto, Johnson Siregar, mengatakan, saat kliennya dikonfrontasi dengan Setyabudi di hadapan penyidik KPK, terungkap soal permintaan layanan seksual setiap pekan oleh Wakil Ketua Pengadilan Negeri (PN) Bandung tersebut. Johnson mengatakan, Toto membeberkan di hadapan penyidik bahwa Setyabudi tak hanya meminta uang, tetapi juga layanan seksual.

”Setiap Jumat mintanya,” ujar Johnson.

Setyabudi adalah salah satu anggota majelis hakim perkara korupsi dana bantuan sosial di Pemerintah Kota Bandung. Ada tujuh terdakwa yang disidangkan di Pengadilan Tipikor Bandung. Dari perkara yang ditangani Setyabudi, vonis terhadap terdakwa rata-rata hanya 1 tahun. Padahal, dalam dakwaan jaksa, kerugian negara mencapai Rp 66,5 miliar.

Kemarin, KPK memeriksa sejumlah pegawai Pemkot Bandung dan hakim serta panitera PN Bandung. Johan mengatakan, pemeriksaan dilakukan di Polres Bandung. (BIL/ELD/ KompasCetak/Kompas.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: