Hambatan membentang di industri kebun sawit



BANDUNG. Sebagai komoditas andalan penyumbang devisa terbesar nasional, sektor perkebunan sawit masih banyak ganjalan. Tidak hanya gempuran dari LSM asing, hambatan juga datang dari dalam negeri yakni di sektor regulasi pemerintah.

Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono mengatakan, selama ini masih banyak kebijakan di sektor hulu hingga hilir minyak sawit yang dikeluarkan oleh pemerintah saling tumpang tindih sehingga bertolak belakang dengan semangat peningkatkan produksi dan penyerapan terhadap industri hilir.

Beberapa kebijakan tersebut menurut Joko antara lain mengenai Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pengelolaan, dan Perlindungan Ekosistem Gambut dan Undang Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H).


Beberapa kebijakan lain yang dikeluhkan para pengusaha perkebunan sawit antara lain adalah mengenai pembatasan kepemilikan lahan. Oleh sebab itu, sebagai komoditas unggulan, sudah selayaknya pemerintah untuk memberikan keringanan-keringan.

Para pelaku usaha disektor ini mengharap agar presiden turun tangan dengan mengkondolidasikan kementerian yang mengelurkan kebijakan tersebut. Pelaksanaan implementasi koordinasi antar kementerian tersebut menurut Joko domainnya berada ditangan Presiden.

"Presiden harus konsolidasi kementerian agar referensi satu. Kepentingan satu untuk nasional. Kalau tidak harus direview dulu," kata Joko, di selah-selah acara Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) and 2015 Price Outlook, Kamis (27/11).

Mengutip data Kementerian Pertanian (Kementan) produksi minyak kelapa sawit atau Crude palm oil (CPO) yang diproduksi Indonesia tahun lalu mencapai 27, juta ton. Sementara itu, devisa ekspor yang didapat negara dari ekspor minyak sawit mencapai US$ 15,8 miliar atau sekitar Rp 175 triliun.

Isu lain yang menjadi perhatian bagi industri kelapa sawit adalah persoalan upah buruh. Dengan tingginya upah buruh yang terus meningkat setiap tahun membuat biaya produksi yang harus dikeluarkan perusahaan semakin tinggi.

Hariyadi B Sukamdani, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) mengatakan, upah buruh tahun 2014 ini mengalami kenaikan sebesar 16,89%. Dengan kenaikan tersebut maka ongkos produksi yang harus ditanggung untuk upah berada diantara 31,24%-32,74%. Bahkan di tahun 2015 mendatang diperkirakan ada tuntutan untuk naik 10%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia