KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan menginstruksikan PT Pertamina (Persero) untuk membeli minyak mentah dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Dengan begitu akan ada pengurangan impor minyak mentah sebesar 225.000 barel per hari (bph). Bila dihitung, saat ini produksi minyak mentah Indonesia berada dikisaran 775.000 bph. Sementara produksi minyak mentah yang bisa dibeli Pertamina hanya sebesar 550.000 bph. Namun membeli minyak mentah dari KKKS bukanlah perkara mudah. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Djoko Siswanto menjelaskan, dirinya telah mengirimkan surat kepada seluruh KKKS terkait rencana kebijakan pemerintah agar Pertamina membeli minyak mentah Indonesia hasil produksi KKKS.
KKKS menanggapi secara beragam. Salah satu diantaranya adalah kelompok KKKS yang menyebut telah memiliki kontrak dengan pembeli di luar negeri. Ada juga kelompok KKKS yang menyebut Pertamina telah kalah tender dalam pembelian minyak mentah yang diproduksi di Indonesia. "Kami sedang mau bahas, kebijakan ini kan baru kemarin. Kontrak yang sudah terlanjur jangka panjang kepada buyer luar, selesaikan sampai selesai kontraknya, baru setelah itu tidak diperpanjang lagi. Ya sudah, selesai," ujar Djoko, Rabu (15/8). Sementara kelompok KKKS lainnya meminta Pertamina untuk melakukan
right to match jika ingin membeli minyak mentah hasil produksi dalam negeri yang diproduksi oleh KKKS. Djoko menjelaskan misalnya KKKS melakukan lelang untuk menjual minyak mentah dan harga tertinggi sebesar US$ 70 per barel, maka Pertamina ditawari untuk membayar lebih tinggi dari harga yang ditawarkan pemenang lelang tersebut. "Jadi, kalau Pertamina mau
right to match itu, aman. Berapa pun hasil lelang, Pertamina beli, tidak mengubah apa-apa," jelas Djoko. Lebih lanjut Djoko bilang pemerintah dalam waktu dekat akan memanggil semua KKKS terkait implementasi kebijakan tersebut. "Lagi cara waktu,segera,"imbuh Djoko. Terganjal Pungutan PPh Sementara terkait regulasi, Djoko bilang kebijakan ini tidak lagi memerlukan regulasi baru. SKK Migas hanya perlu melakukan amandemen
Production Sharing Contract (PSC). "Kalau tidak bisa pakai regulasi sudah bisa jalan mengapa harus pakai regulasi. Tetapi kalau memang diperlukan, misalnya amandemen PSC, bisa ditambahin tadi dia punya right untuk mengekspor tetapi diutamakan untuk kepentingan dalam negeri dengan harga pasar. Tinggal tambahin gitu kan selesai amandemen PSC-nya,"jelasnya. Selain soal amandemen kontrak, kebijakan pembelian minyak mentah dari KKKS juga terhambat aturan perpajakan. Sejuah ini banyak KKKS yang telah memiliki trading arm. Jika KKKS melalui
trading arm menjual minyak mentah hasil produksi dalam negeri ke Pertamina, maka KKKS harus membayar pajak sesuai Peraturan Menteri Keuangan 107/PMK.010/2015. Dalam aturan tersebut, transaksi jual beli minyak yang dilakukan oleh KKKS justru kena pajak penghasilan (PPh) 1,5-3% .
Namun jika KKKS menjual minyak mentah melalui trading arm ke luar negeri justru tidak dikenai PPh. Terkait aturan ini, Djoko bilang Kementerian ESDM akan segera membahasnya dengan Direktorat Jenderal Pajak (Dirjen Pajak). "Nanti kami akan bicara dengan Dirjen Pajak, kalau masih ada kendala," imbuh Djoko. Seperti diketahui, dalam Pasal 2 butir C, disebutkan Atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas adalah sebagai berikut: 1. bahan bakar minyak sebesar: a) 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada stasiun pengisian bahan bakar umum Pertamina; b) 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada stasiun pengisian bahan bakar umum bukan Pertamina: c) 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada pihak selain sebagaimana dimaksud pada huruf a) dan huruf b). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .