Hambit Bintih dan Cornelis didakwa menyuap Akil



JAKARTA. Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan Bupati Gunung Mas Hambit Bintih dan Komisaris PT Berkala Maju Bersama Cornelis Nalau Antun menyuap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi M. Akil Mochtar dengan uang sebesar Rp 3 miliar serta Rp 75 juta melalui Anggota Komisi II Fraksi Partai Golkar Chairun Nisa.

Pemberian uang tersebut dilakukan untuk mempengaruhi putusan perkara Pilkada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah yang diajukan oleh pasangan Alfidel Jinu-Ude Arnold Pisi dan duet Jaya Samaya Monong-Dading.

Perkara tersebut ditangani oleh Akil Mochtar sebagai Ketua Majelis Hakim dan Maria Farida Indrati dan Anwas Usman sebagai hakim anggota.


"Patut diduga pemberian uang dari Hambit Bintih dan Cornelis Nalau kepada Akil Mochtar melalui Chairun Nisa untuk mempengaruhi putusan pilkada kabupaten Gunung Mas," kata Jaksa Elie Kusumastuti saat membacakan dakwaan Hambit dan Cornelis, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Rabu (8/1).

Menurut Jaksa Elie menguraikan, pada 19 September 2013 lalu Hambit menemui Chairun Nisa di restoran di Hotel Sahid, Jakarta.

Dalam pertemuan tersebut, Hambit meminta Chairun Nisa untuk membantu mengurus permohonan keberatan terkait perkara Pilkada Gunung Mas dengan cara mendekati pihak-pihak MK.

"Chairun Nisa kemudian menghubungi Akil dengan mengirimkan pesan singkat berisi, 'Pak Akil, saya mau minta bantu nih untuk Gunung Mas. Tapi untuk incumbent yang menang.'," ujar Jaksa Elie.

Kemudian, pada 20 September 2013, Hambit menemui Akil di rumah dinasnya  di Jalan Widya Candra III, Jakarta Selatan untuk meminta bantuan terkait permohonan keberatan hasil Pilkada Gunung Mas.

Namun, Akil menyampaikan kepada Hambit agar dalam pengurusan perkara permohonan keberatan tersebut, Hambit berhubungan melalui Chairun Nisa saja.

Akil pun selanjutnya menetapkan Panel Hakim Konstitusi dengan susunan Akil Mochtar sebagai ketua merangkap anggota, Maria Farida Indrati dan Anwar Usman sebagai anggota.

Lalu, Akil menghubungi Chairun Nisa kembali dan memintanya menyampaikan kepada Hambit agar meyiapkan dana sebesar Rp 3 miliar.

Kemudian Hambit dan Cornelis melakukan pertemuan dengan Chairun Nisa di Hotel Borobudur, Jakarta. Dalam pertemuantersebut Chairun Nisa menyampaikan bahwa Akil bersedia membantu dan meminta Hambit dan Cornelis menyiapkan uang sebesar Rp 3 miliar.

Hambit kemudian menghubungi dan meminta Cornelis untuk menyiapkan uang tersebut yang akan diberikan kepada Akil. Cornelis pun menyanggupinya.

Pada 2 Oktober 2013, Hambit bertemu dengan Chairun Nisa di Bandara Cilik Riwut, Palangkaraya dan memberikan uang Rp 75 juta kepada Chairun Nisa. Dia pun mengontak dan membuat janji dengan Akil bahwa akan datang ke rumah Akil untuk menyerahkan uang dari Hambit tersebut.

Pada malam harinya, Chairun Nisa pun menemui dan mengambil uang dari Cornelis Nalau di Apartemen Mediterania Tanjung Duren, Jakarta.

Selanjutnya, Chairun Nisa bersama dengan Cornelis mendatangi rumah dinas Akil membawa uang suap dengan total Rp 3 miliar serta Rp 75 juta. Tak lama berselang, petugas KPK datang dan menangkap ketiganya.

Atas perbuatan tersebut, Hambit dan Cornelis didakwa dengan bentuk dakwaan alternatif. Keduanya dijerat dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Selepas sidang, Hambit dan Cornelis mengaku paham atas dakwaan jaksa. Mereka pun menyatakan tidak mengajukan nota keberatan (eksepsi). Persidangan keduanya dilanjutkan pada Kamis (16/1) mendatang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan