Hamparan potensi bisnis karpet custom



Keberadaan karpet dalam interior ruangan bisa memperkuat penonjolan tema desain. Namun, corak dan warna karpet di pasaran seringkali tidak selaras dengan tema ruangan. Karena itu, beberapa orang beride membuat karpet dengan desain sendiri. Hasilnya, lumayan.Karpet berdasarkan pesanan atau karpet custom menjadi pilihan konsumen yang sangat mementingkan keserasian dengan penampilan ruangnya. Hotel dan restoran memesan produk karpet ini.Desainer interior menggunakan karpet jenis ini agar semua ornamen terlihat lebih serasi dan berpadu padan. Selain menyediakan karpet siap pakai, produsen karpet juga mulai menawarkan pembuatan karpet menurut kebutuhan konsumen.Sering konsumen belum memiliki desain sendiri. Mereka hanya mempunyai gambaran dari sisi warna atau ukuran. Para penyedia karpet custom menawarkan solusinya. "Biasanya, kami menyediakan desain untuk dipilih," kata Dani Kurniawan, seorang staf pemasaran Karpet Custom. Jadi, konsumen tinggal menjelaskan ukuran ruangan, warna serta motif yang diinginkan.Salah satu pemain besar bisnis karpet custom ini adalah Romi Irwanto. Dia mengawali usahanya dari nol sekitar 10 tahun lalu. Sampai sekarang, dia sudah menggarap karpet pesanan lebih dari dua juta orang.Bisnisnya bermula dari keinginan membuat usaha yang berbeda dengan usaha-usaha yang sudah ada. "Waktu itu belum ada pemain karpet custom," kata pemilik Tilam Karpet yang berpusat di Karawaci, Tangerang, ini.Romi menggarap pesanan karpet dari pengelola apartemen, bioskop, hotel bintang lima, instansi pemerintah hingga istana negara. Dia juga kerap menerima pesanan pembuatan karpet dari beberapa negara maju.Seperti layaknya bisnis custom yang lain, karpet yang dibuat berdasarkan pesanan ini harganya lebih mahal dibandingkan karpet sudah siap pakai atau ready stock. Harga satu karpet custom bisa setara dengan empat helai karpet ready stock. Meski begitu, peminatnya tak pernah surut. Ridwan, pemilik YG Carpets di Bandung, memilih bisnis karpet custom lantaran potensi pasarnya masih besar. "Karpet ini jelas tidak ada di pasaran, bahkan hanya dimiliki oleh si pemesan saja," tandasnya. Maklum, minat konsumen akan produk dengan desain terbatas merupakan pasar yang menjanjikan bagi para pembuat karpet custom.Romi mengatakan, peminat karpet custom paling banyak justru berasal dari luar negeri. "Permintaan rutin datang dari Amerika Serikat, Jepang, Arab, dan Hongkong," katanya. Sekitar 40% dari total penjualannya yang berasal dari dalam negeri, terutama di Jakarta.Romi bisa mendapat pesanan pembuatan karpet hingga 5.000 meter persegi setiap bulannya. Dengan harga karpet kualitas standar Tilam Karpet sekitar Rp 700.000 per meter persegi, usahanya ini bisa mencapai omzet sekitar Rp 3,5 miliar setiap bulan.Dari dalam negeri pun permintaan karpet ini mulai banyak. Dani mengaku banyak mendapatkan pesanan karpet untuk masjid dan rumah tinggal. "Misalnya pesanan dari masjid di Kelapa Gading. Mereka ingin membuat karpet dengan desain yang diambil dari masjid di Mekah," kata Dani. Jadi, si pemesan hanya memberikan foto desain karpet tersebut.Dani biasanya perlu waktu tak lebih dari tiga pekan untuk menyelesaikan pekerjaan ini. Pesanan karpet dari masjid, biasanya dibagi berdasarkan ukuran baris solat atau saf, atau satuan ukuran luas. Misalnya untuk ukuran lebar 20 meter dan panjang 30 meter, maka karpet tersebut akan dipotong menjadi ukuran 20x1,2 meter, sehingga mempermudah proses pengangkutan.Bahan baku khususMenurut Dani, bisnis karpet custom ini sebenarnya cukup sulit. Masih belum banyak orang yang mengerti karpet custom, terutama untuk pelanggan dari segmen rumah tangga. Berbeda dengan konsumen perkantoran dan masjid, misalnya yang sudah lebih familiar. "Dari pemasaran selama empat bulan, saya baru mendapatkan tiga proyek," kata Dani. Pesanan itu berasal dari dua pesanan untuk masjid dan satu pesanan untuk rumah tinggal.Nilai pesanan dari dua masjid yang diterimanya sebesar Rp 120 juta dan Rp 100 juta. Sedangkan pesanan karpet rumahtangga bernilai Rp 13 juta. Jadi dalam empat bulan itu, omzet Dani mencapai Rp 233 juta.Banderol karpet produksi Dani mulai dari Rp 500.000 hingga Rp 1 juta per meter persegi. "Kalau pesanan dalam jumlah besar, misalnya lebih dari 100 meter persegi, harganya bisa lebih murah lagi," imbuhnya.Sedangkan Ridwan yang memulai bisnis YG Carpets pada tahun 2005, menawarkan karpet unik berbahan wol. Meski usahanya masih skala rumahan, dia sangat memperhatikan pasokan bahan bakunya. Contohnya, dia menggunakan benang wol dari Australia. "Karena pemain kecil, kami perlu menggunakan bahan berkualitas supaya pelanggan puas," kata dia. Ridwan membeli benang wol ini dari seorang distributor di Bandung.Sekadar informasi, wol dari Australia dan Selandia Baru merupakan bahan baku karpet yang paling mahal di Indonesia. Bahan wol yang lebih murah berasal dari China. Bahan yang lebih murah lagi biasanya merupakan bahan sintetik, misalnya akrilik.Pada tahun awal memulai usahanya, YG Carpets baru menerima pesanan satu atau dua lembar karpet. Setelah berselang hampir lima tahun, YG Carpets mampu menjual rata-rata lima karpet tiap bulan. "Omzetnya juga berkembang, sekarang rata-rata Rp 5 juta per bulan," ungkap Ridwan.YG Carpets menawarkan harga Rp 575.000 per meter persegi. "Ini untuk ukuran besar, misalkan 2x3 meter," tuturnya. Selain itu, Ridwan menawarkan produk karpet ready stock ukuran 200x140 centimeter (cm) seharga Rp 850.000 dan 140x120 cm seharga Rp 650.000.Untuk memproduksi karpet berukuran 150x120 cm, YG Carpets menghabiskan sekitar 5 kilogram (kg) hingga 6 kg benang wol, tergantung ukuran karpet yang diinginkan pelanggan. "Lama pengerjaan antara dua pekan hingga sebulan," kata Ridwan.Di Indonesia, karpet custom biasa dikerjakan dengan tangan. Meski begitu, bukan berarti 100% murni tanpa sentuhan alat lain. Produk yang bernama custom handmade tufted carpet ini menggunakan alat yang disebut gun. Yaitu, alat tembak berisi benang. Konsumen bisa memilih benang yang akan digunakan.Benang untuk bahan karpet ini berasal dari wol. Bisa juga benang sintetis, seperti akrilik atau nilon, yang dicampur benang lain saat pemintalannya. Setelah benang ditembakkan, dasar kanvas diperkuat dengan lem lateks dan ditutup dengan lapisan pelindung untuk melindungi lantai. Proses ini menjamin karpet lebih awet.Proses produksi dimulai dari penggambaran sketsa desain karpet. Setelah itu, gambar sketsa ditembakkan melalui proyektor untuk penyalinan sketsa pada jaring-jaring (net) yang menjadi dasar karpet. Setelah proses penggambaran sketsa pada net selesai, proses penyamakan dimulai. Pada tahap ini, Ridwan menyamak benang wol pada net tersebut hingga menjadi karpet yang utuh.Meski terlihat mudah, Ridwan bilang, terkadang proses pengerjaan karpet bisa tertunda akibat keterbatasan warna benang wol. Untuk mengakali keterbatasan benang, YG Carpets kadang melakukan pencelupan sendiri dengan memakai pewarna benang. Memang, proses pengerjaannya terlihat mudah, tapi bisnis karpet ini penuh tantangan. Ridwan mencontohkan, selain keterbatasan warna benang wol, tantangan lainnya adalah harga benang wol yang cenderung naik sejak dua bulan lalu. Sehingga memberatkan langkah usaha kelas rumahannya itu.Ridwan mengatakan, pertengahan tahun ini harga benang wol yang menjadi bahan baku karpet masih sebesar Rp 50.000 per kg. Namun, saat ini harga benang wol ini sudah melonjak ke kisaran Rp 60.000 hingga Rp 100.000 per kg. "Harga ini juga tergantung persediaan warna," imbuhnya. Jadi, kalau pasokan warna benang yang diinginkan sedang mengalami kelangkaan, harganya bisa lebih mahal. Selain masalah bahan baku, masalah teknis pun bisa membuat pengerjaan karpet menjadi tertunda. Dani mengatakan, kalau dalam penembakan benang ke kanvas yang menjadi alasnya meleset sedikit dan motifnya menjadi miring, maka proses pengerjaannya harus diulang lagi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Tri Adi