JAKARTA. Pemerintah siap menggeber pelaksanaan Program Ekonomi Pemerataan di bidang pertanahan yang kebijakannya baru saja mereka rilis akhir pekan kemarin. Mereka sudah mempersiapkan lahan yang akan didistribusikan untuk program tersebut. Darmin Nasution, Menko Perekonomian mengatakan, lahan tersebut antara lain, lahan terlantar dan kawasan hutan ke masyarakat. Saat ini, ada tanah terlantar seluas 23.000 hektare dan lahan pelepasan kawasan hutan seluas 707.000 hektare yang siap diredistribusikan kepada masyarakat. Selain lahan tersebut, ada juga lahan perhutanan sosial seluas 211.522 hektare yang akan didistribusikan untuk 48.911 kepala keluarga. Pemerintah saat ini juga terus mengidentifikasi lahan yang akan diredistribusikan ke masyarakat.
Darmin mengatakan, pihaknya sudah mengidentifikasi 342.344 bidang lahan transmigrasi. Dari identifikasi tersebut didapat 66,32% lahan transmigrasi yang sudah berstatus Hak Penggunaan Lahan (HPL). "Ini akan jadi fokus karena prosesnya alam lebih cepat dibandingkan yang lain," kata Darmin, dalam keterangan pers akhir pekan lalu. Presiden Joko Widodo meminta menterinya untuk tidak main- main dalam menjalankan program tersebut. Maklum saja, lahan yang dialokasikan untuk program tersebut besar. Untuk program perhutanan sosial saja misalnya, targetnya ada 12,7 juta hektare lahan yang harus segera diberikan pengelolaannya kepada masyarakat agar kehidupan mereka lebih baik. Sementara itu, untuk lahan, pemerintah menargetkan bisa mendistribusikan 9 juta hektare lahan ke masyarakat. Jokowi mengatakan, tanah- tanah tersebut harus jatuh pengelolaannya ke 40% masyarakat kurang mampu, seperti; buruh pertanian, petambak, pekebun, peternak, buruh, pengangguran yang tidak punya lahan atau lahan mereka sedikit supaya mereka bisa memiliki sertifikat dan akses modal ke bank dan lembaga keuangan lain untuk meningkatkan taraf hidup mereka. “Tapi redistribusi aset dan reforma agraria ini bukan bagi-bagi lahan kemudian dijual lagi," katanya. Jokowi memerintahkan menterinya untuk membuat skema agar tanah tersebut bisa dimanfaatkan sebaik- baiknya dan program tersebut bisa dijalankan dengan sempurna. M Ali, Sekjen Pimpinan Pusat Aliansi Reforma Agraria meminta Presiden Jokowi menghentikan total program reforma agraria yang dijalankannya tersebut. Menurutnya, ada kesalahan program yang dijalankan Jokowi sehingga program tersebut menjadi semu. Kesemuan tersebut terjadi pada program legalisasi atau sertifikasi tanah. Ali menilai, program tersebut justru berorientasi memperluas pasar tanah. Program ini semakin membuka peluang perampasan tanah.
"Sertifikasi hanya akam memudahkan praktik jual beli tanah yang untungkan tuan tanah dan perbankan yang menyita aset tani," katanya. Selain itu, program tersebut juga dinilainya akan menyuburkan praktik monopoli. "Pengklusteran, pengontrolan produksi, itu indikasinya," katanya. Ali mengatakan, harusnya kalau pemerintah serius laksanakan reforma agraria, mereka tegas terhadap penguasaan tanah besar- besaran oleh korporasi perkebunan maupim pertambangan. "Ambil karena itu hak yang diberikan negara ke mereka, bagikan ke masyarakat, buruh tani," katanya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Adi Wikanto