JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) berenana untuk mengkaji penerapan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) berdasarkan upah minimum provinsi (UMP) di masing-masing daerah. Sebelumnya, sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 101/PMK.010/2016, pemerintah menetapkan kenaikan PTKP menjadi Rp54 juta per tahun atau Rp4,5 juta per bulan dari sebelumnya Rp36 juta per tahun atau Rp3 juta per bulan. Kebijakan ini dilakukan untuk mendorong daya beli masyarakat di tengah perlambatan ekonomi. Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Direktorat Jenderal Pajak Yon Arsal menyatakan, setelah menaikkan batas PTKP, penerimaan PPh pasal 21 mengalami penurunan. “Hampir semua daerah mengalami penurunan yang signifikan PPh 21-nya,” kata Yon kepada KONTAN, Rabu (19/7). Menurut Yon, penerapan PTKP berdasarkan UMP di masing-masing daerah patut dikaji. Pasalnya ada disparitas pendapatan dan biaya hidup rata-rata di masing-masing provinsi yang berbeda secara signifikan. “Tetapi ini tentu butuh kajian terlebih dahulu,” katanya. Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi mengatakan, pihaknya ingin mengkaji bersama penerapan PTKP yang berbeda di setiap region. Pasalnya, ada penurunan penerimaan pajak di daerah-daerah yang UMP-nya rendah. “Kalau saya usul, sesuaikan dengan UMP. Dengan adanya (kenaikan) PTKP ini, Kanwil Yogyakarta penerimaannya jatuh. Wajib Pajak Orang Pribadi-nya (WP OP) sangat menurun karena banyak yang di bawah PTKP,” katanya. Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mengakui telah kehilangan penerimaan negara sebesar Rp 20,1 triliun pada 2016 setelah menaikkan batas PTKP. Ken melanjutkan, untuk mengubah kebijakan terkait PTKP ini bisa disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah (PP). Menurut Ken, pemerintah dalam target menaikkan tax ratio yang masih rendah saat ini perlu menarik pajak lebih banyak. “Karena kalau bracket-nya tinggi semakin kecil kita (mendapat penerimaan),” kata Ken. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Hampir semua daerah alami penurunan PPh 21
JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) berenana untuk mengkaji penerapan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) berdasarkan upah minimum provinsi (UMP) di masing-masing daerah. Sebelumnya, sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 101/PMK.010/2016, pemerintah menetapkan kenaikan PTKP menjadi Rp54 juta per tahun atau Rp4,5 juta per bulan dari sebelumnya Rp36 juta per tahun atau Rp3 juta per bulan. Kebijakan ini dilakukan untuk mendorong daya beli masyarakat di tengah perlambatan ekonomi. Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Direktorat Jenderal Pajak Yon Arsal menyatakan, setelah menaikkan batas PTKP, penerimaan PPh pasal 21 mengalami penurunan. “Hampir semua daerah mengalami penurunan yang signifikan PPh 21-nya,” kata Yon kepada KONTAN, Rabu (19/7). Menurut Yon, penerapan PTKP berdasarkan UMP di masing-masing daerah patut dikaji. Pasalnya ada disparitas pendapatan dan biaya hidup rata-rata di masing-masing provinsi yang berbeda secara signifikan. “Tetapi ini tentu butuh kajian terlebih dahulu,” katanya. Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi mengatakan, pihaknya ingin mengkaji bersama penerapan PTKP yang berbeda di setiap region. Pasalnya, ada penurunan penerimaan pajak di daerah-daerah yang UMP-nya rendah. “Kalau saya usul, sesuaikan dengan UMP. Dengan adanya (kenaikan) PTKP ini, Kanwil Yogyakarta penerimaannya jatuh. Wajib Pajak Orang Pribadi-nya (WP OP) sangat menurun karena banyak yang di bawah PTKP,” katanya. Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mengakui telah kehilangan penerimaan negara sebesar Rp 20,1 triliun pada 2016 setelah menaikkan batas PTKP. Ken melanjutkan, untuk mengubah kebijakan terkait PTKP ini bisa disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah (PP). Menurut Ken, pemerintah dalam target menaikkan tax ratio yang masih rendah saat ini perlu menarik pajak lebih banyak. “Karena kalau bracket-nya tinggi semakin kecil kita (mendapat penerimaan),” kata Ken. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News