Hangatnya perdebatan bandara halal



Dalam beberapa hari terakhir, pembahasan mengenai penerapan syariah Islam di Aceh kembali ramai dibicarakan. Kali ini, isu yang dibahas adalah penerapan bandara halal. Apa yang salah?

Hangatnya perdebatan mengenai bandara halal bermula dari surat yang dilayangkan Bupati Aceh Besar Mawardi Ali ke GM Angkasa Pura. Adapun perihal utama surat tersebut adalah 'Menghentikan penerbangan saat hari raya Idul Fitri dan Idul Adha'. Larangan terbang ini berlaku mulai pukul 00.00 WIB hingga pukul 12.00 WIB.

Imbauan itu, menurut Mawardi, dibuat karena pihaknya menginginkan penerapan bandara halal di Aceh. Di sisi lain, permintaan larangan terbang tersebut dibuat setelah dia mendengar curhatan para petugas bandara yang mengaku tidak dapat melaksanakan salat Idul Fitri atau Idul Adha karena sibuk melayani penerbangan.


Saya sendiri melihat, pelarangan penerbangan dengan alasan untuk memberikan kesempatan bagi petugas untuk beribadah bukan sesuatu yang salah. Tapi penghentian penerbangan saat perayaan hari besar keagamaan dengan alasan penerapan 'bandara halal' sedikit di luar konteks.

Halal dalam Islam sangat spesifik. Dengan kata lain, tidak boleh ada yang haram di bandara tersebut. Kata halal di sini mengatur mulai dari makanan, minuman, hingga pakaian. Jika ingin menerapkan bandara halal, mungkin kita bisa mengacu pada bandara di Madinah. Di kota suci ini, seseorang yang tidak menutup aurat dipastikan tidak boleh turun dari pesawat, apalagi menjejakkan kaki ke kota Madinah.

Kembali lagi ke isu awal, ada baiknya pemerintah Aceh memikirkan kebijakan lain ketimbang menghentikan penerbangan saat hari raya Idul Fitri. Sebab, tidak sedikit masyarakat yang akan dirugikan dengan adanya kebijakan ini.

Misalnya saja dengan menggelar salat Ied di bandara yang bisa diikuti oleh seluruh karyawan bandara. Selain itu, waktu penerbangan bisa digeser menjadi lebih cepat atau lebih lama dari jadwal semula. Apalagi, berdasarkan data yang ada, hanya ada empat maskapai yang berangkat dari atau menuju Bandara Sultan Iskandar Muda pada pagi hari.

Pemerintah Aceh bisa fokus terlebih dulu pada peningkatan layanan halal di bandara. Misalnya saja, bagaimana konsumen bisa mendapatkan berbagai produk dan jasa berbasis halal mulai dari makanan dan minuman, busana, kosmetik, hingga jasa perbankan, dengan mudah.♦

Barratut Taqiyyah Rafie

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Adi