KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Garuda Maintenance Facility Aeroasia Tbk baru saja mencatatkan diri sebagai perusahaan
maintenance, repair & overhaul (MRO) pertama yang masuk Bursa Efek Indonesia (BEI). Dengan menyandang kode emiten GMFI, anak usaha PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) ini melepas 2,82 miliar saham, atau 10% dari modal ditempatkan dan disetor penuh. Berbekal dana perolehan
initial public offering (IPO) senilai Rp 1,27 triliun, GMFI berniat melebarkan sayap bisnisnya di kancah internasional. Perusahaan ini berencana membuka hanggar baru di tiga wilayah, yakni Korea Selatan, Dubai dan Australia. Wilayah Korea Selatan dipilih untuk menjangkau pasar Asia Timur. Sementara Dubai untuk membidik pasar Timur Tengah dan Afrika. "Ini yang sedang kami jajaki dengan
local partner untuk menyerap pasar baru," ungkap Iwan Juniarto, Direktur Utama PT Garuda Maintenance Facility Aeroasia Tbk kepada KONTAN, Jumat (3/11).
Sayang ia masih belum bisa merinci kapan manajemen GMFI akan mewujudkan rencana tersebut. Satu hal yang pasti, Garuda Maintenance akan menggandeng pihak ketiga untuk pembangunan hanggar di luar negeri. Menurut Iwan, GMFI masih melakukan kajian secara komprehensif untuk operasionalnya. Ekspansi luar negeri Dari tiga lokasi yang dibidik, sepertinya ekspansi ke Australia akan dilakukan terlebih dahulu. Sekarang ini GMFI telah menandatangani
memorandum of understanding (MoU) dengan anak usaha KORR Group, yakni Carbine Services, pada pertengahan tahun ini. GMFI tengah mempertimbangkan kota Sidney dan Melbourne sebagai bakal lokasi fasilitas MRO perdananya di luar negeri. Iwan mengatakan yang paling dekat sekarang ini GMFI sedang melakukan pengembangan kapabilitas dan kapasitas untuk menangani pesawat seri Boeing 737 MAX dan perawatan rutin untuk mesin pesawat Airbus 320. "Diharapkan tahun depan sudah siap," papar dia. Sementara itu selain jasa perbaikan dan perawatan, GMFI juga tengah mengembangkan bisnis suku cadang pesawat. Walaupun baru dimulai sekitar pertengahan tahun ini, menurut Iwan, kontribusi segmen bisnis ini sudah melebihi target. Tadinya, GMFI menargetkan kontribusi segmen ini cuma sekitar 5%. Sampai September tahun ini, lini bisnis suku cadang sudah menyumbang 30% terhadap total pendapatan perusahaan. Konsep pembuatan suku cadang ini dilakukan lewat pola kerjasama dengan pihak pemegang desain dan mitra untuk melakukan produksi. Sejauh ini, suku cadang yang diproduksi hanya berbentuk bagian sederhana, seperti bagian kabin. "Sekarang dipakai tidak hanya untuk Garuda Indonesia, tetapi juga klien kami yang lain, seperti Sriwijaya Air dan Air Asia," ujar Iwan. Di awal berdirinya GMFI memang lebih banyak mengerjakan perbaikan dan perawatan atas pesawat-pesawat milik sang induk Garuda Indonesia. Tapi seiring berjalannya waktu kontribusi sang induk terus turun. Tiga tahun lalu porsi Garuda Indonesia masih berada di kisaran 75%. Tapi akhir tahun ini diperkirakan jumlahnya akan berkurang menjadi 64%. "Diharapkan dalam lima tahun mendatang akan didominasi pendapatan dari non Garuda Indonesia," terang Iwan. GMFI sendiri menguasai 32% pangsa pasar MRO di dunia. Sedangkan Indonesia sudah menguasai 49% pangsa pasar global. Sepanjang tahun ini, GMFI menargetkan bisa mengantongi pendapatan sebesar US$ 424 juta dan laba bersih US$ 58 juta. Hingga kuartal ketiga tahun ini, Garuda Maintenance telah membukukan pendapatan sebesar US$ 310,5 juta dan laba bersih sebesar US$ 38,1 juta.
Kinerja GMFI cukup ditopang dari peningkatan volume pekerjaan perawatan mesin dan perawatan komponen pesawat yang menjadi fokus pengembangan bisnis di tahun ini. Selain itu, kontribusi lainnya juga datang dari pendapatan bisnis
component maintenance yakni sebesar 25%, airframe maintenance sebesar 18% dan engine maintenance sebesar 15%. Hingga awal Oktober lalu, Iwan menyebut Garuda Maintenance telah menyerap sebesar 50% dari anggaran belanja modal atau
capital expenditure (capex) yang dialokasikan untuk tahun ini, yaitu berkisar US$ 35 juta hingga US$ 37,5 juta. Diperkirakan tahun depan belanja modal perusahaan ini akan bertambah di kisaran US$ 84 juta hingga US$ 95,5 juta. Belanja modal yang berasal dari sebagian dana hasil IPO tersebut lebih besar sekitar 20%-30% dibandingkan anggaran belanja modal tahun ini, yang senilai US$ 75 juta. "Kami akan menambah belanja modal karena pada tahun depan ada fasilitas baru yang akan dibangun," ungkap Iwan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati