Hanura: Ada 3 alasan UU Pilpres perlu direvisi



JAKARTA. Ketua Fraksi Partai Hanura DPR, Syarifudin Suding, menegaskan, bahwa Undang-Undang No 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres) sudah sangat mendesak untuk direvisi. Setidaknya ada tiga alasan utama yang mendasari pentingnya revisi UU Pilpres dilakukan. Pernyataan ini diungkapkan Suding dalam diskusi publik "Perlukah Revisi UU Pilpres Dilakukan", yang berlangsung di Gedung DPR, Kamis (11/7).

Alasan pertama adalah dibatalkannya sebagian pasal dalam UU Pilpres dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) sebanyak 3 kali. Ketentuan yang dibatalkan menyangkut memperbolehkan penggunaan KTP untuk mencontreng dalam Pilpres, mekanisme pencoblosan dan larangan publikasi penghitungan cepat dalam masa tenang. "Tentu kondisi harus ditindak lanjuti dengan perubahan UU," kata Suding. Kedua, Suding menganggap UU Pilpres bertentangan dengan konstitusi. Dalam Pasal 6A UUD 1945 pasca amandemen, disebutkan bahwa pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik. "Tidak ada disitu ketentuan Presidential Treshold sebesar 20% kursi DPR atau 25% perolehan suara nasional," ujar Suding. Ketiga, Suding menampik alasan pentingnya memperkuat efektivitas jalannya pemerintahan dalam Sistem Presidensial. Alasan ini, menurutnya, tak bisa dijadikan pembenaran untuk bersikukuh mempertahankan Presidential Treshold sebesar 20% kursi DPR atau 25% perolehan suara nasional.

Suding beranggapan, jalannya pemerintahan yang tak efektif dibebabkan banyaknya rangkap jabatan oleh Presiden SBY. "Sekarang dia jadi Ketua Umum Partai Demokrat, Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat dan lain-lain. Banyaknya jabatan inilah yang membuat SBY tidak fokus memimpin jalannya pemerintahan," ujar Suding. Selain itu, pria yang juga Anggota Komisi III DPR ini mempertanyakan mengapa UU Pilpres tak boleh diubah. Sementara UU No 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik dan UU No 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD sudah dilakukan perubahan.


Padahal, kedua UU tersebut merupakan satu paket dengan UU Pilpres. "Padahal banyak hal dalam UU Pilpres yang harus kita kritisi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan