Hanura: Koruptor tidak layak dapat uang pensiun



JAKARTA. Ketua Fraksi Partai Hanura Sarifuddin Sudding mengatakan, para anggota dewan yang sudah terbukti melakukan tindak pidana korupsi tidak pantas lagi mendapatkan fasilitas dari negara, termasuk uang pensiun. Fraksi Partai Hanura akan mengusulkan adanya revisi dalam Undang-Undang Nomor 27 tahun 2009 tentang MPR DPR, DPD, dan DPRD (MD3). ‘’Terlepas dari mekanisme yang ada di DPR RI, saya menegaskan bahwa seharusnya seorang koruptor tidak layak untuk mendapatkan uang pensiun dari negara. Alasannya, mereka sudah merugikan rakyat dan negara dengan melakukan korupsi,’’ ujar Sudding di Kompleks Parlemen, Kamis (7/11).Menurut Sudding, jika mekanisme yang ada di DPR RI memungkinkan bagi koruptor untuk mendapatkan uang pensiun, maka hal itu harus diubah. Pasalnya, aturan tersebut menyakiti hati rakyat Indonesia. ‘’Fraksi Hanura akan mengusulkan agar mekanisme yang ada di DPR RI maupun lembaga negara yang lain dalam hal pemberian uang pensiun bisa diubah. Hal ini untuk mengantisipasi agar para koruptor tidak memperoleh fasilitas dari negara, termasuk uang pensiun,” kata anggota Komisi III DPR ini. Lebih lanjut, Sudding juga menilai perlunya upaya pemiskinan koruptor untuk memberikan efek jera. Salah satu langkah pemiskinan tersebut adalah dengan tidak memberikan semua fasilitas negara, yang semula diperoleh para koruptor. “Termasuk uang pensiun. Upaya ini juga bisa menjadi pelajaran bagi pejabat lain, agar tidak coba-coba melakukan korupsi,’’ imbuhnya. Dana pensiunPara anggota DPR yang dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi ternyata masih mendapatkan dana pensiun. Dana pensiun itu didapat jika mereka diganti atau mengundurkan diri. Para mantan anggota dewan koruptor yang masih menerima dana pensiun itu yakni Muhammad Nazaruddin, Asad Syam (Partai Demokrat), Wa Ode Nurhayati (Partai Amanat Nasional), dan Panda Nababan (PDI Perjuangan). Tak hanya mereka yang terkena kasus korupsi, anggota dewan yang mundur karena persoalan etika pun mendapat dana pensiun. Misalnya, mantan Ketua Fraksi Partai Gerindra Widjono Hardjanto yang hampir mendapat sanksi pemberhentian dari BK DPR karena masalah absensi dan politisi PKS Arifinto yang mundur setelah tertangkap kamera menonton video porno saat rapat paripurna. Dana pensiun bagi anggota dewan diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara serta Bekas Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara. Selain itu, uang pensiun tersebut juga diberikan kepada anggota dewan yang diganti atau mundur sebelum masa jabatannya habis. Hal tersebut diatur dalam UU MPR DPR, DPD, dan DPRD (MD3). Uang pensiun bagi anggota DPR berjumlah 6-75% dari gaji pokok yang diterimanya selama aktif menjadi anggota DPR. Besaran uang pensiun juga didasarkan pada lamanya masa jabatan seorang anggota DPR. Untuk dana pensiun bagi anggota dewan yang berhenti sebelum masa tugasnya selesai, baik karena cuti maupun diganti, Sekretariat Jenderal akan melihat terlebih dulu alasan penggantian itu. “Jika diberhentikan tidak hormat baru tidak mendapat dana pensiun,” ujar Sekretaris Jenderal Winantuningtyastiti. (Sabrina Asril/Kompas.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Hendra Gunawan