Hanya gerimis sesaat di tengah kemarau panjang



Lebaran usai, harga emas menggeliat semakin menjauhi level US$ 1.300 per ons troi. Sentimen pelemahan dollar AS dan peningkatan pembelian emas fisik mendorong penguatan harga si kuning.  Namun, tren kenaikan ini disinyalir hanya sementara. Kesempatan belanja emas masih terbuka?

JAKARTA. Ibarat tengah dibekap kemarau panjang, harga emas di bulan Agustus ini sempat “basah” tersiram hujan. Ya, setelah harganya terpuruk hingga ke kisaran US$ 1.200 per ons troi pada akhir Juni lalu, harga emas mulai merangkak naik lagi mendekati US$ 1.400 per ons troi.

Di bursa komoditas Amerika Serikat, harga emas berjangka sempat menembus US$ 1.346,61 per ons troi, Kamis (15/8). Posisi itu merupakan level tertinggi harga emas sejak keterpurukannya pertengahan tahun lalu.  


Di pasar domestik, harga emas batangan Logam Mulia PT Aneka Tambang Tbk kembali mengorbit pada kisaran Rp 505.000 per gram untuk emas ukuran satu gram. Selisih harga jual emas Antam juga kian mendekat dengan harga beli kembali (buyback) emas di BUMN itu. Pada Kamis (15/8), buyback price emas Antam menjadi Rp 442.000 per gram, naik Rp 4.000 dari hari sebelumnya. Wajar jika kemudian timbul pertanyaan di kalangan para investor emas, apakah ini pertanda kebangkitan kembali harga emas?

Analis melihat, harga emas yang merangkak naik di Agustus ini tidak terlepas dari data terbaru penjualan emas dunia. Mengutip laporan terbaru World Gold Council, Kamis (15/8), total penjualan emas di dunia mencapai 836 ton setara US$ 39 miliar, selama kuartal II–2013. Angka itu memang turun 12% dari tahun lalu akibat aksi jual  para investor Exchange Trade Fund (ETF).

Duit investor yang mengalir keluar dari produk investasi emas itu mencapai US$ 18,29 miliar selama kuartal II lalu. Namun, pada saat yang sama, pembelian emas fisik melejit tinggi akibat kejatuhan harga.

Permintaan emas perhiasan di dunia selama April–Juni naik 37% mencapai 575,5 ton. Padahal, tahun lalu di bulan-bulan itu, penjualan perhiasan hanya mencapai 420,8 ton. Sedangkan pembelian koin dan emas batangan mencapai 507,6 ton, naik 78% dibandingkan kuartal II–2012 sebesar 285,9 ton.

China dan India keluar sebagai pembelanja emas paling agresif. India mencatat pembelian emas fisik hingga 310 ton selama kuartal II, mengalahkan tingkat pembelian China sebesar 275,5 ton pada periode itu, disusul ada kenaikan penjualan di Timur Tengah dan Turki.

Cermati The Fed

Marcus Grubb, Managing Director Investment World Gold Council, menilai, apa yang terjadi selama kuartal II memperlihatkan terjadinya rebalancing pasar emas. Ketika penguasaan ETF di pasar Barat melemah, emas fisik di dunia Timur semakin naik daun.

Analis Monex Investindo Futures Ariston Tjendra menambahkan, dominasi dollar Amerika Serikat (AS) yang sedikit melemah pada pekan kedua Agustus memberi angin segar bagi emas. Seperti kita tahu, pergerakan emas dan the greenback selama ini hampir selalu berlawanan arah.

Hanya saja, meski sempat terpoles harganya karena kenaikan tingkat permintaan,  harga emas di mata para analis belum cukup punya ruang untuk mendaki lebih jauh.

Pasalnya, faktor yang lebih kuat menyetir pergerakan harga emas saat ini adalah arah kebijakan The Federal Reserves, bank sentral AS. Spekulasi tentang rencana pengurangan stimulus moneter oleh The Fed yang mempengaruhi dinamika pasar sekian bulan terakhir, masih menghantui hingga kini.

Perbaikan ekonomi AS yang terlihat belakangan berimbas pada kenaikan pamor instrumen berbasis dollar AS.  Rencana pengurangan stimulus moneter oleh The Fed pun semakin kuat. Ini bisa menjadi kabar buruk bagi harga emas.

Sebaliknya, jika perekonomian AS belum menggembirakan dan The Fed tetap mengucurkan stimulus melalui pembelian obligasi di pasar, maka dollar AS masih akan diburu. Nah, dalam kondisi tersebut, harga emas berpeluang naik karena menjadi pilihan safe haven selain dollar AS.

Persoalannya, tidak ada yang tahu persis kapan The Fed akan menempuh kebijakan itu. Spekulasi tentang inilah yang akan terus menyandera harga emas.

Analis Harvest International Futures Tonny Mariano memprediksi, jika kebijakan The Fed mengurangi stimulus diberlakukan, emas berisiko terjatuh ke level US$ 806 per ons troi, kembali ke harga rata-rata emas tahun 2007 silam.

Ariston memprediksi, tahun ini emas akan tertahan pada kisaran US$ 1.300. Berdasarkan prediksi teknikal, emas tidak akan terjatuh melampaui US$ 1.270 per ons troi (level support). Emas juga belum berpeluang menembus US$ 1.400 (level resistance). “Jika ingin mengoleksi emas fisik, lakukan bertahap. Jadikan itu investasi untuk tiga hingga lima tahun ke depan,” rekomendasi Ariston.

Dengan kata lain, harga emas belum akan kembali ke kisaran rekornya di tahun 2011. Namun, mengoleksinya saat harga relatif murah, sah-sah saja. Tetap berhitung dan sesuaikan dengan rencana keuangan, ya!      o

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Ruisa Khoiriyah