Hanya profit taking, CPO berpotensi rebound



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Koreksi harga minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO) dinilai hanya aksi ambil untung alias profit taking setelah mencetak harga tertinggi tahun ini. Peningkatan stok CPO Malaysia dinilai tidak akan menjatuhkan harga signifikan, karena merupakan langkah antisipasi cuaca buruk.

Mengutip Bloomberg, Jumat (10/11), harga CPO untuk pengiriman Januari 2018 di Malaysia Derivative Exchange terkoreksi 0,43% ke RM 2.797 per metrik ton. Harga minyak sawit melandai setelah mencetak harga tertinggi sejak Januari 2017 di RM 2.840 pada 30 Oktober lalu.

Analis Central Capital Futures Wahyu Tribowo Laksono yakin, harga CPO bakal terus mendaki. Pasalnya, ada potensi gangguan produksi akibat fenomena La Nina. "Sentimen pasar terangkat karena ada kekhawatiran cuaca La Nina dapat berpengaruh buruk pada produksi CPO akhir tahun ini," jelas Wahyu, Jumat (11/10).


Australia Bureau of Meteorology (ABM) melaporkan area tropis Lautan Pasifik akan mendingin, akibatnya kemungkinan formasi La Nina mencapai 50% atau hampir dua kali lipat dari biasanya.

Lanjut Wahyu, stok CPO Malaysia bulan Oktober yang cukup tinggi tidak akan signifikan menekan harga, karena produksi mendatang justru berpotensi melambat. Dewan Minyak Sawit Malaysia menyatakan stok minyak sawit naik 8,4% menjadi 2,19 juta metrik ton. Ini level tertinggi sejak Januari 2016.

Namun demikian, Wahyu tetap melihat potensi koreksi, karena efek dari Eropa. Hal ini terkait pandangan Uni Eropa bahwa Indonesia membuka lahan sawit dengan pembakaran hutan. Apalagi, Perancis menyatakan akan mengurangi penggunaan minyak sawit pada biofuel dan parlemen Uni Eropa berencana mengambil langkah pembatasan impor minyak nabati.

"Ada ancaman dari Eropa terkait blokade dan bisa memicu perang dagang antara Eropa melawan Indonesia dan Malaysia," jelasnya.

Proyeksi Wahyu, Senin, harga CPO berpotensi rebound di kisaran RM 2.750-RM 2.860 per metrik ton. Sedangkan, sepekan kemungkinan akan bergerak antara RM 2.720-RM 2.900 per metrik ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini