HAP Gula Dibahas, Pengamat: Idealnya Petani Harus Untung 30%



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melakukan pembahasan regulasi Harga Acuan Penjualan (HAP) gula dalam merespon kenaikan harga gula di dunia.

Pengamat Pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) menilai memang sudah saatnya HAP Gula di tingkat produsen atau petani dilakukan penyesuaian. Idealnya menurut dia petani harus untung 30% karena waktu tanam tebu butuh waktu satu tahun lamanya.

"Logikanya, tebu dan padi ditanam di lahan yang sama yaitu sawah. Ketika HPP gabah/ beras naik karena struktur ongkos produksi naik, hal yang sama juga berlaku pada tanaman lain termasuk tebu," ungkap Khudori pada Kontan.co.id, Minggu (28/5).


Ia menilai penyesuaian HPP di tingkat petani itu harus bukan hanya karena harga gula di dunia naik, tapi memang struktur ongkos produksi naik atau sudah berubah. Apalagi, saat ini jatah pupuk subsidi per petani turun drastis.

Baca Juga: APTRI Usul Harga Gula di Tingkat konsumen Dilepas ke Mekanisme Pasar

"Info yang saya dapat sekarang petani tebu hanya dapat jatah pupuk subsidi 2 kuintal per ha dari sebelumnya hampir satu ton. Agar pertumbuhan tebu tetap baik mereka akhirnya membeli pupuk non subsidi dengan harga 3-4 kali lipat," kata Khudori.

Lebih lanjut, Khudori juga tidak setuju ada regulasi HAP di tingkat konsumen yang mengikat publik. Mestinya jika HAP di tingkat konsumen diberlakukan, sebaiknya hanya mengikat pemerintah dan operator yang ditugaskan untuk menstabilkan harga, seperti Bulog atau ID Food.

Dengan cara ini, HAP di tingkat konsumen tidak perlu diumumkan ke publik. HAP itu hanya jadi patokan pemerintah dan cukup masuk kantong pemerintah dan operator.

"Ketika harga, misalnya gula, berada di atas HAP tingkat konsumen, pemerintah bisa memerintahkan kepada operator pengelola cadangan gula untuk mengendalikan harga," jelas Khudori.

Baca Juga: Bersiap Masuk Musim El Nino, Mendag: Jangan Kaget Harga Pangan Naik

Ia menilai, adanya HAP di tingkat konsumen ini hanya akan merugikan petani. Sebab, harga di hilir dikunci tidak boleh lebih dari HAP konsumen. Sementara biaya pokok produksi fluktuatif dan terus naik.

"Kalau pemerintah berkeras harus ada HAP tingkat konsumen sebaiknya input produksi pun ada HAP Konsumen. Tapi itu kan mustahil. Makanya, sebaiknya dijadikan instrumen pemerintah dan tidak perlu mengikat publik," tutup Khudori.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari