KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada 20 Oktober 2024, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka resmi dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI. Masyarakat menaruh harapan besar pada pemerintahan baru ini, khususnya dalam menghadapi tantangan kesehatan publik, termasuk pengendalian rokok yang menjadi salah satu isu penting. Indonesia Youth Council for Tactical Changes (IYCTC) menyoroti bahwa tantangan dalam pengendalian konsumsi rokok tak hanya berada di tangan eksekutif, namun juga legislatif.
Baca Juga: 18 Organisasi Pemuda Desak Jokowi Segera Naikkan Cukai Rokok, Ini Alasannya IYCTC menyatakan bahwa DPR, yang memiliki tanggung jawab dalam penyusunan undang-undang, seharusnya mendukung kebijakan pro-kesehatan, terutama yang terkait dengan pengendalian rokok. Namun, IYCTC mengungkap adanya rekam jejak beberapa anggota DPR yang berpotensi memiliki konflik kepentingan dengan industri rokok. “Kami menemukan sejumlah anggota DPR yang berpotensi memiliki konflik kepentingan dengan industri rokok, baik melalui hubungan langsung, latar belakang bisnis, dukungan kampanye, maupun kepentingan ekonomi lainnya,” kata Manik Marganamahendra, Ketua Umum IYCTC pada Jumat (25/10). Untuk meningkatkan transparansi, IYCTC menyediakan situs web Pilihan Tanpa Beban, yang memberikan akses publik untuk mengecek rekam jejak para anggota DPR, termasuk potensi konflik kepentingan yang dapat mempengaruhi kebijakan publik dalam pengendalian konsumsi rokok. Ni Made Shellasih, Program Manager IYCTC, menyoroti bahwa penundaan dalam pengesahan undang-undang yang melindungi masyarakat dari bahaya rokok, hingga pelonggaran aturan yang membuat akses rokok semakin mudah, merupakan contoh nyata pengaruh kekuatan ekonomi industri rokok dalam proses legislasi.
Baca Juga: Antisipasi Dampak Buruk Produk Tembakau, IYCTC Dukung Aturan Pelaksana PP 28/2024 “Pada 2023, misalnya, upaya pengesahan Undang-Undang Kesehatan No. 17 Tahun 2023 yang menjadi landasan penguatan kebijakan pengendalian rokok menghadapi banyak pertentangan dari beberapa anggota DPR yang memiliki hubungan dengan perusahaan rokok besar,” ungkap Shellasih.
IYCTC mencatat bahwa campur tangan industri rokok di Indonesia mencapai angka 84, tertinggi di Asia Tenggara, menunjukkan pengaruh besar industri ini pada proses legislasi. Menutup diskusi, Manik mengingatkan bahwa konsumsi rokok berdampak negatif bagi kesehatan dan ekonomi. Oleh karena itu, kebijakan yang melindungi masyarakat perlu diprioritaskan untuk memastikan demokrasi yang sehat dan bebas dari kepentingan segelintir pihak industri rokok. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto