KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) atau Indonesia Re mengusulkan tiga solusi untuk industri asuransi di Tanah Air dalam menghadapi kondisi
hardening market yang terjadi secara global. Asal tahu,
hardening market adalah kondisi saat industri asuransi dan reasuransi global mencatatkan kenaikan yang signifikan terhadap pembayaran klaim sehingga memengaruhi profitabilitas. Kondisi itu sempat dialami oleh industri asuransi di Eropa selama pandemi Covid-19. Direktur Utama Indonesia Re Benny Waworuntu mengungkapkan bahwa
hardening market di pasar asuransi global sudah berlangsung dalam 17 kuartal terakhir.
Oleh karena itu, jelas dia, pihaknya telah melakukan roadshow sejak paruh pertama 2022 untuk mengkomunikasikan kondisi tersebut kepada ceding company atau perusahaan asuransi pemberi sesi.
Baca Juga: Indonesia Re Memotivasi Mitra Binaan TJSL di Sleman untuk Bangkit Pergelaran Indonesia Rendezvous ke-26 di Bali pada pertengahan bulan ini, jelas dia, menjadi puncak dari upaya Indonesia Re untuk membangun kesadaran bagi para pelaku industri asuransi nasional untuk menciptakan pasar yang lebih berkelanjutan. Pada kesempatan yang sama, Direktur Teknik Operasi Indonesia Re, Delil Khairat menjelaskan “Event Indonesia Rendezvous ini menjadi puncak awareness building kami kepada industri seputar berbagai tren terkini di industri asuransi dan reasuransi nasional dan global, khususnya tentang hardening market yang telah berjalan selama 17 kuartal,” ujarnya di sela-sela pergelaran Indonesia Rendezvous ke-26 di Bali, Kamis (13/10) lalu. Menurut dia, saat ini Indonesia Re dan para ceding company sudah memiliki visi yang sama terkait kondisi tersebut yakni bahwa pasar asuransi dan reasuransi belum cukup berkelanjutan. Hal itu terbukti dengan industri yang terdampak signifikan oleh pandemi Covid-19 dan konflik geopolitik Rusia-Ukraina. Delil menjelaskan Indonesia mengusul tiga solusi untuk kondisi tersebut. Pertama adalah restrukturisasi treaty. Menurutnya, struktur
treaty harus dikoreksi atau diubah sehingga lebih berimbang dan adil serta dapat menguntungkan baik asuransi maupun reasuransi. “Struktur treaty yang tidak sustainable, Indonesia Re dan ceding akan me-redesign treaty tersebut.” Kedua, sambung Delil, adalah menaikan harga atau rate premi. Saat ini, jelasnya, rate premi di Indonesia terlalu rendah. Harga premi yang
ceding company berikan ke tertanggung juga terbilang rendah. “Jadi secara kolektif tidak mencukupi. Hal ini memang tidak populis, tapi harus dijalankan,” tegasnya. Sementara itu, solusi ketiga adalah konsentrasi risiko. Artinya, kata Delil, ada 71 ceding company yang dilayani Indonesia Re dengan masing-masing perusahaan memproteksi terlalu banyak risiko.
Baca Juga: Ingin Tunjukkan ke Publik Peran Industri Reasuransi, Indonesia Re Gelar IIC 2022 Alhasil, akumulasi risiko yang ditanggung oleh Indonesia Re terlalu besar. “Oleh karena itu, akan kami batasi. Kami akan merancang
terms & conditions dan meningkatkan transparansi konsentrasi risiko,” pungkasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Eksekutif Industri Keuangan Non Bank (IKNB) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ogi Prastomiyono mengatakan bahwa hardening market merupakan bagian dari dinamika dari ekosistem pasar asuransi dan reasuransi. Dengan begitu, jelas dia, seluruh pemangku kepentingan harus terlibat untuk memperbaiki kondisi pasar agar menuju industri yang lebih sehat. “Artinya seluruh ekosistem industri harus bergerak bersama untuk memitigasinya, tidak hanya pemerintah,” jelasnya dalam agenda Indonesia Rendezvous ke-26. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto