KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga saham blue chip sektor perbankan di Bursa Efek Indonesia (BEI) kembali rontok pada perdagangan awal Oktober 2025. Apakah investor ritel bisa memanfaatkan momentum penurunan harga tersebut untuk mulai koleksi saham blue chip perbankan? Saham blue chip adalah saham lapis satu yang telah berpengalaman lama di pasar modal. Saham blue chip biasanya berasal dari perusahaan dengan kinerja fundamental yang kurang dan memiliki nilai kapitalisasi pasar besar mencapai puluhan hingga ratusan triliun rupiah atau lebih. Di BEI, saham blue chip biasanya menjadi anggota indeks mayor seperti LQ45. Saham bank di LQ45 yang tengah turun adalah PT Bank Negara Indonesia Tbk (
BBNI), PT Bank Mandiri Tbk (
BMRI), dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (
BBRI), kompak melemah. Sementara itu, PT Bank Central Asia Tbk (
BBCA) ditutup stagnan.
Pada perdagangan Kamis 3 Oktober 2025, harga saham BBNI turun 0,25% ke level Rp4.040 per saham setelah sempat menguat di awal perdagangan. BMRI juga terkoreksi 0,46% ke Rp 4.360 per saham dengan pola serupa.
Baca Juga: Resmi Dijual Di Bandung, Harga BYD Atto 1 Lebih Mahal Dibanding Jakarta, Cek BYD Lain BBRI mengalami penurunan terdalam, ditutup melemah 2,62% ke level Rp 3.710 per saham sejak awal sesi perdagangan. Berbeda dengan ketiganya, BBCA bertahan di level Rp 7.500 per saham, sama dengan harga penutupan sebelumnya. Meski demikian, harga saham BBCA tersebut merupakan yang terendah pada tahun ini. Tren pelemahan ini sebenarnya sudah terlihat sejak sepekan terakhir, di mana BBRI mencatat penurunan paling dalam, yakni 8,35% ke Rp 3.730 per saham. VP Equity Retail Analyst Kiwoom Sekuritas, Oktavianus Audi, menilai pelemahan big banks dipengaruhi derasnya aksi jual asing. Secara
year-to-date (YtD), asing mencatat
net sell terbesar di BBCA senilai Rp 30 triliun, BMRI Rp 17 triliun, dan BBNI Rp 4,2 triliun.
“Kami melihat ini terkait pergeseran investasi akibat sentimen suku bunga tinggi dan ketidakpastian ekonomi global, termasuk dari Amerika Serikat,” ujarnya. Audi menambahkan, kebijakan suku bunga Bank Indonesia (BI) turut menekan pertumbuhan laba bersih perbankan karena meningkatkan
cost of credit. Risiko tambahan datang dari kebijakan pemerintah, misalnya program penyaluran Koperasi Desa yang berpotensi menimbulkan kredit macet bila tidak dikelola profesional. Investment Analyst Infovesta Kapital Advisory, Ekky Topan, menilai pemangkasan suku bunga BI ke level 4,75% belum sepenuhnya mendorong ekspansi kredit. “
Loan growth nasional masih stagnan. Tekanan terhadap
Net Interest Margin (NIM) diperkirakan berlanjut dalam waktu dekat,” kata Ekky. Ia juga menyoroti ketidakpastian fiskal pasca-
reshuffle kabinet, pelemahan rupiah, dan tekanan global yang membuat investor cenderung menahan diri. Dari sisi teknikal, mayoritas saham big banks masih bergerak dalam fase konsolidasi dengan kecenderungan
bearish. “Namun, untuk jangka menengah dan panjang, sektor perbankan tetap menjadi tulang punggung pemulihan ekonomi dan layak dikoleksi secara bertahap, terutama di
area support kuat,” tambahnya
Tonton: Presiden Vladimir Putin Minta Gaza Diserahkan ke Presiden Palestina Mahmud Abbas Bukan Transisi Rekomendasi Saham Dari sisi investasi, Audi merekomendasikan saham perbankan yang memiliki efisiensi biaya tinggi dengan
Cost to Income Ratio (CIR) terjaga. Menurutnya, BMRI, BBRI, dan BBCA menarik untuk dikoleksi dengan rekomendasi
buy. Target harga yang ditetapkan yakni BMRI di Rp 5.600, BBRI Rp 4.250, dan BBCA Rp 9.000 per saham. Ekky menambahkan, valuasi BMRI dan BBRI saat ini relatif murah dibanding rata-rata historisnya. BMRI disebut berpeluang
rebound ke Rp 6.000–Rp 6.250 per saham jika sentimen fiskal membaik, sementara BBRI berpotensi menguat hingga Rp 5.000–Rp 5.100 per saham berkat sensitivitasnya terhadap program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan stimulus UMKM. Selain itu, bank lapis kedua seperti PT Bank Tabungan Negara Tbk (
BBTN) dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (
BRIS) juga layak dicermati karena sensitif terhadap sektor properti, subsidi perumahan, dan pertumbuhan keuangan syariah.
Untuk opsi jangka pendek, saham PT Bank Nationalnobu Tbk (
NOBU) disebut mulai menunjukkan sinyal teknikal pembalikan arah dan bisa menjadi pilihan
trading berbasis momentum.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News