KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah menetapkan Harga Mineral Logam dan Batubara Acuan bulan Juli 2024. Penetapan ini dilakukan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif melalui Keputusan Menteri ESDM Nomor 166.K/MB.03/MEM.B/2024 tentang Harga Mineral Logam Acuan dan Harga Batubara Acuan untuk Bulan Juli 2024. Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Agus Cahyono Adi menjelaskan, Harga Mineral Acuan (HMA) bulan Juli digunakan sebagai dasar perhitungan Harga Patokan Mineral Logam (HPM) bulan yang sama. "Sementara, sesuai yang tercantum dalam Keputusan Menteri, Harga Batubara Acuan (HBA) bulan Juli 2024 juga digunakan sebagai dasar perhitungan Harga Patokan Batubara (HPB) bulan ini," kata Agus dalam keterangan resmi, Selasa (23/7).
Dalam aturan ini, ditetapkan HBA bulan Juli 2024 untuk komoditas batubara dalam kesetaraan nilai kalor 6.322 kcal/kg GARTotal Moisture 12,26%, total sulphur 0,66%, dan Ash 7,94 ditetapkan pada angka US$ 130,44 per ton. Sebelumnya, Kontan mencatat pada Juni 2024, HBA komoditas Batubara untuk Juni 2024 dalam kesetaraan nilai kalor 6.322 kcal/kg GAR, Total Moisture 12,26%, total sulphur 0,66%, dan Ash 7,94 ditetapkan pada angka US$ 123 per ton. Baca Juga:
Ini Alasan Digitalisasi Sektor Energi dan Mineral Perlu Didorong Adapun, selanjutnya, ditetapkan HBA untuk komoditas Batubara I, dalam kesetaraan nilai kalor 5.300 kcal/kg GAR, Total Moisture 21,32% Total Sulphur 0,75%, dan Ash 6,04%. "HBA I ditetapkan di level US$ 91,85 per ton," sambung Agus. Sementara, Harga Acuan untuk komoditas Batubara II dalam kesetaraan nilai kalor 4.100 kcal/kg GAR, Total Moisture 35,73%, Total Sulphur 0,23% dan Ash 3,90% ditetapkan pada besaran US$ 56,09 per ton. Adapun Harga acuan untuk Batubara III, dalam kesetaraan nilai kalor 3.400 kcal/kg GAR, Total Moisture 44,30%, Total Sulphur 0,24% dan Ash 3,88%, pada angka US$ 36,22 per ton. "Selain menetapkan HBA, Menteri ESDM juga menetapkan HMA untuk bulan Juli 2024, di mana HMA Nikel dipatok US$ 18.823,86/dmt. Kemudian Kobalt US$ 26.980,91/dmt dan Timbal US$ 2.196,05/dmt," sambung Agus. Plt Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Gita Mahyarani mengatakan, kenaikan ini tentunya dipengaruhi oleh permintaan batubara kalori tinggi. "Tapi kalau kenaikan berdasarkan tiap range harga maka kenaikan terbesar ada di HBA kalori 6.322 GAR, di mana kenaikannya dari bulan lalu sebesar US$ 7,44, nilai yang cukup besar karena harga ICE Newcastle pun meningkat di awal bulan Juli," ungkap Gita kepada Kontan, Sabtu (27/7). Sementara, lanjut Gita, di HBA 1 hanya meningkat US$ 3,2, HBA 2 meningkat US$ 1,3 dan HBA 3 meningkat 4 sen. Bisa dilihat bahwa tren harga batubara kalori sedang dan rendah relatif lebih stabil karena banyak perusahaan batubara menyuplai batubara di kalori tersebut. Gita menuturkan, proyeksi tersebut mempertimbangkan produksi China telah relatif stabil permintaannya setelah dua tahun pertumbuhan yang cukup besar. Namun kabarnya menurut data IEA, India juga merencanakan peningkatan pasokan batubara 10%.
Baca Juga: Emiten Batubara Optimistis Ekspor Batubara Meningkat di Semester II-2024 "Ya, kami harapkan [sebagai katalis positif memasuki semester II] seperti itu pastinya. Namun, dinamika politik yang mempengaruhi komoditas masih tidak menentu," tutur Gita.
Gita menambahkan, sejauh ini pengusaha batubara masih berpatokan dengan RKAB, dan belum lagi perusahaan harus menghitung kembali investasi yang mereka lakukan dan tentunya harus melihat
production costnya apabila adanya kenaikan produksi untuk menangkap momentum kenaikan HBA ini. Di sisi lain, Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) Hendra Sinadia menilai, kenaikan harga menunjukkan harga komoditas masih volatilitas. Kenaikan dipicu meningkatnya permintaan, selain itu dari sisi pasokan, produksi juga lebih lancar. Sebelumnya kendala cuaca curah hujan yg tinggi. "Perusahaan berupaya memaksimalkan produksi sesuai dengan target yang ditetapkan dalam RKAB," tandasnya kepada Kontan, Jumat (26/7). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari