KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga batubara kembali mengalami penurunan. Berdasarkan keterangan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Harga Batubara Acuan (HBA) bulan Oktober turun menjadi US$ 100,89 per ton. Angka tersebut turun 3,74% dibandingkan HBA bulan lalu yang sebesar US$ 104,81 per ton. HBA pada bulan September itu pun mengalami penurunan dibandingkan HBA Agustus 2018 yang berada di angka US$ 107,83 per ton. “HBA Oktober 2018 US$ 100,89 per ton, turun karena puncak musim panas di China, jadi permintaan menurun,” kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerjasama Kementerian ESDM Agung Pribadi saat dikonfirmasi KONTAN, Senin (1/10).
Hal itu diamini oleh Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara Ditjen Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM Sri Raharjo. Selain karena faktor cuaca, Sri bilang, adanya kebijakan pembatasan impor oleh China juga menjadi penyebab menurunnya permintaan yang berujung pada penurunan harga. “Masing-masing negara ada
policy, juga faktor musim. China ada pembatasan impor, ada beberapa pelabuhan di selatan yang ditutup. Otomatis jadi turun (permintaan), karena kita kan banyak ekspor ke situ,” jelas Sri saat ditemui di DPR RI, kemarin (1/10). Di samping faktor dari China, Sri menambahkan, penurunan HBA juga terjadi karena penurunan indeks harga. Dimana HBA ditentukan oleh pergerakan variabel pada empat indeks, yakni Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC), dan index Platss 5900. Menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia, tren penurunan harga telah terjadi sejak bulan Agustus hingga saat ini. Khususnya untuk batubara kalori menengah dan rendah (GAR 5.000 ke bawah). Hendra setuju, bahwa faktor penurunan permintaan China dan juga pergeseran indeks, menjadi penyebab penurunan harga tersebut. “Terutama memang disebabkan China yang sudah mengurangi demand untuk batubara kalori rendah, sementara pemasok terbesarnya Indonesia. Untuk HBA masih ditopang oleh indeks harfa batubara Australia, Newcastle dan Global Coal,” kata Hendra. Penambahan Kuota Produksi Selain itu, penurunan harga batubara juga diduga terjadi karena
oversupply atau kelebihan pasokan. Apalagi sebelumnya, Kementerian ESDM telah menyetujui tambahan kuota produksi batubara sebesar 21,9 juta ton. Tambahan dengan jumlah tersebut diberikan kepada 32 perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) operasi produksi penanaman modal asing (PMA). Penambahan kuota produksi ini awalya berasal dari arahan Presiden Joko Widodo dalam Rapat Terbatas pada 14 Agustus 2018 lalu. Tujuannya, ialah untuk menambah devisa.
Lalu, Kementerian ESDM menerbitkan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 1924 K/30/MEM/2018 yang menetapkan tambahan jumlah produksi batubara tahun 2018 paling banyak sebesar 100 juta ton untuk penjualan ke luar negeri. Adapun syarat untuk mendapatkan penambahan produksi ini ialah perusahaan harus terlebih dulu memenuhi kewajiban DMO sebesar 25% dari produksi. Dari 32 perusahaan yang mendapatkan ijin penambahan produksi tersebut, Sri menyebut, semuanya telah memenuhi kewajiban DMO 25% terhadap realisasi produksi per Semester I-2018. “Realisasi (kewajiban DMO)-nya nggak ada yang di bawah 25% terhadap realisasi produksi pada Semester I,” terangnya. Sri bilang, persetujuan penambahan produksi sebesar 21,9 juta ton ini sudah final. Sehingga untuk tahun 2018 ini, tidak akan ada lagi penambahan karena masa revisi RKAB sudah berakhir. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie