Harga Acuan Biodiesel Naik 3,6% Jadi Rp 12,161/Liter Per Juli, Ini Dampaknya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menetapkan Harga Indeks Pasar (HIP) Bahan Bakar Nabati (BBN) jenis Biodiesel untuk bulan Juli 2024 sebesar Rp 12.161 per liter atau naik Rp 429 jika dibandingkan Juni sebesar Rp 11.732 per liter.

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agus Cahyono Adi menuturkan bahwa HIP BBN Biodiesel sebesar Rp12.161 per liter tersebut, berlaku efektif mulai tanggal 1 Juli 2024.

Adapun besaran HIP BBN jenis Biodiesel dihitung berdasarkan ketentuan Diktum Kesatu Keputusan Menteri ESDM Nomor 3.K/EK.05/DJE/2024 tentang Harga Indeks Pasar Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel yang Dicampurkan ke Dalam Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar.


Baca Juga: Kenaikan Harga Biodiesel Berpotensi Mengerek Biaya Produksi Tambang

Lebih lanjut, Agus menjelaskan cara perhitungan HIP BBN biodiesel menggunakan formula sebagai berikut, HIP = (Harga CPO KPB Rata-rata + 85 USD/ton) x 870 kg/m3 + Ongkos Angkut.

"Besaran ongkos angkut mengacu kepada Keputusan Menteri ESDM Nomor 3.K/EK.05/DJE/2024, dengan konversi nilai kurs menggunakan rata-rata kurs tengah Bank Indonesia pada periode 25 Mei - 24 Juni 2024 sebesar Rp16.254," ungkap Agus di dalam keterangan resmi, Jumat (5/7).

Pada Januari 2024, harga acuan biodiesel tercatat sebesar Rp 10.896 per liter, artinya naik sebesar Rp 1.265 atau 11,6% jika dibandingkan harga acuan biodiesel pada Juli sebesar Rp 12.161 per liter.

Pertamina memiliki beberapa jenis bahan bakar mesin diesel, di antaranya adalah Pertamina Dex, Dexlite, dan Biosolar (subsidi). Dengan adanya kenaikan ini, ada potensi kenaikan juga pada Pertamina Dex dan Dexlite milik Pertamina.

Baca Juga: Tahun Depan, Penerapan Mandatori Biodiesel B40 Ditargetkan Mulai Jalan

Harga BBM Pertamina pada awal Juli 2024 tak mengalami perubahan dari bulan sebelumnya. Pertamax Dex Rp 15.100 per liter dan Dexlite Rp 14.550 per liter.

Manager Corporate Communication Pertamina Patra Niaga, Heppy Wulansari mengatakan, untuk sektor industri, perhitungan harga pada dasarnya mengacu harga Mean of Plats Singapore (MOPS) dan HIP BBN periode sebelumnya. Jadi untuk harga Juli masih mengacu harga MOPS dan HIP BBN bulan sebelumnya. 

"Untuk sektor retail, biosolar tentu tidak terpengaruh karena masih subsidi. Untuk Dexlite dan Pertamina Dex masih kami evaluasi," kata Heppy kepada Kontan, Minggu (7/7) saat ditanya apakah ada kemungkinan harga Pertamina Dex dan Dexlite akan naik seiring kenaikan harga acuan biodiesel.

Dari sisi pengguna industri yaitu industri alat berat, Ketua Umum Perhimpunan Agen Tunggal Alat Berat Indonesia (PAABI) Yushi Sandidarma mengatakan harga acuan biodiesel yang meningkat tentunya akan menaikkan biaya produksi pada industri alat berat.

"Sebagai kontraktor pastinya akan ada kenaikan biaya," ujarnya kepada Kontan, Minggu (7/7).

Baca Juga: Triputra Agro Persada (TAPG) Dukung Program Biodiesel 40

Jika nantinya harga biodiesel akan lebih mahal dari harga Pertalite, pihaknya belum ada rencana untuk menggantikan biodiesel dengan pertalite. Tetapi, kata Yushi, akan menjadi wajar sebagai kontraktor akan melakukan penghematan.

Dari sisi produsen biodiesel, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengatakan, harga penetapan naik karena harga naik, bisnis biodisel sebenarnya saat ini sedang pas-pasan saja sebab harga ethanol juga naik.

Eddy mengungkapkan, kinerja ekspor minyak kelapa sawit alias CPO dan produk turunannya kian lesu lantaran makin tingginya kebutuhan untuk biodiesel di dalam negeri.

"Ekspor biodisel kurang bagus. Ekspor sawit secara keseluruhan sedang lesu. Kebetulan memang produksi juga tidak terlalu bagus, jadi tidak ada stock yang melimpah di pabrik," ungkapnya kepada Kontan, Minggu (7/7).

Kontan mencatat, ekspor Indonesia sudah mengalami penurunan sejak Februari tahun ini.

Terbaru, berdasarkan data BPS, pada bulan Mei 2024 tercatat nilai ekspor CPO dan turunannya mencapai US$ 1,08 miliar, atau turun 22,19% bila dibandingkan bulan sebelumnya, dan turun 27,11% bila dibandingkan periode sama tahun lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto