Harga air mineral hingga tarif tol naik



JAKARTA. Memasuki pengujung tahun, harga beragam barang dan aneka tarif jasa berlomba naik. Setelah tarif listrik, kini harga kebutuhan lain seperti air galon, gas Elpiji, dan tarif jalan tol ikut naik. Tak pelak, beban masyarakat semakin berat.

Sepekan terakhir, misalnya, harga air minum merek Aqua dan Vit naik Rp 1.000-Rp 2.000. "Sudah seminggu ini harga Aqua galon naik dari Rp 13.900 menjadi Rp 14.500 per galon," ujar Elis, kasir sebuah minimarket di kawasan Bintaro.

Troy Pantouw, Direktur Corporate Communication PT Tirta Investama, produsen Aqua dan Vit, mengakui bahwa perusahaan ini telah mengerek 7,7% harga eceran Aqua galon dari Rp 13.000 menjadi Rp 14.000 per galon. "Harga bahan baku dan biaya produksi meningkat," ujarnya kepada KONTAN, akhir pekan lalu. Kenaikan harga juga berlaku pada Aqua 240 mililiter (ml) dan 1.500 ml sekitar 5% per karton.


Seminggu sebelumnya, harga gas Elpiji naik akibat perubahan skema biaya distribusi. PT Satria Bakti Pertiwi, salah satu agen gas di Jakarta menaikkan harga Elpiji 12 kilogram (kg) per 2 Desember 2013 dari Rp 75.000 menjadi Rp 80.000 per tabung. "Pertamina menganjurkan harga maksimal Rp 85.000 per tabung," ujar staf agen gas itu.

Harga gas Elpiji 3 kg yang seharusnya tak naik, ikut terkerek Rp 2.000 jadi Rp 15.000 per tabung. Alasannya, pasokan dari Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Elpiji Khusus (SPPEK) tersendat.

Makin berat

Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman memperkirakan, kenaikan harga beberapa komponen produksi dan pelemahan nilai tukar bakal mengerek harga jual produk makanan dan minuman sekitar 10%-15% tahun depan. "Apalagi, sebagian bahan baku kemasan masih impor," ujarnya.

Tampaknya, beban ini akan bertambah tahun depan. Sebab, selain kembali menaikkan kembali tarif secara bertahap, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) juga bakal mencabut subsidi bagi pelanggan rumahan (residensial) kelas atas. Belum lagi jika menghitung dampak kenaikan tarif tol sejak kuartal IV ini.

Karena itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengkhawatirkan, kenaikan ragam biaya produksi dan distribusi ini berdampak ke pengusaha di hilir. Pengusaha hanya bisa bertahan hingga pemerintahan baru terpilih. "Pengusaha yang tidak bisa menahan berbagai beban ini akan mengurangi produksi," tandas Sofjan kepada KONTAN, Minggu (15/12).

Rasanya kita harus berinisiatif sendiri mengetatkan ikat pinggang, karena elite politik lebih sibuk bermanuver demi memenuhi syahwat politik tahun depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie