Harga Aluminium Turun Setelah Menyentuh Level Tertinggi Dalam 2 Tahun



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jumat (31/5), harga aluminium untuk pengiriman 3 bulan di London Metal Exchange turun 1,89% ke US$ 2.652,50 per metrik ton dari hari sebelumnya US$ 2.703,50 per metrik ton.

Rabu (29/5), harga aluminium LME mencapai US$ 2.767,50 per metrik ton. Harga aluminium ini merupakan level tertinggi sejak 9 Juni 2022 atau hampir dua tahun terakhir. Setelah mencapai level tersebut, harga aluminium turun dalam dua hari perdagangan terakhir.

Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo mengatakan, penurunan harga tersebut hanya bersifat sementara dan akan kembali menguat. Menurut dia, penurunan harga aluminium berjangka hanya aksi profit taking.


“Harga aluminium diperkirakan akan melanjutkan tren naiknya sepanjang tahun 2024 ini, jadi penurunan ini hanya bersifat sementara,” kata Sutopo kepada Kontan.co.id, Minggu (2/6). 

Baca Juga: Saling Gencet AS dan China Berebut Kuasa Ekonomi Dunia, Kian Panas dan Bakal Lama

Selain itu, Sutopo menyebutkan bahwa dalam lima bulan pertama tahun 2024, harga aluminium terus meningkat dan mencapai titik tertingginya, meskipun beberapa faktor yang awalnya diperkirakan akan mendorong harga logam dasar gagal terwujud. 

“Ditambah meningkatnya permintaan dari sektor-sektor padat aluminium membantu mempersempit surplus pasar tahun ini,” kata dia.

Sutopo mengatakan, sentimen lainnya yang mendorong harga aluminium berjangka juga datang dari program keberlanjutan dan transisi energi baru dan terbarukan karena dapat meningkatkan permintaan dalam jangka panjang. 

“Kemudian, adanya ekspektasi penurunan suku bunga pada tahun ini juga mendorong harga aluminium,” tuturnya. 

Baca Juga: Perang Dagang AS dan China Semakin Terbuka

Sutopo pun memperkirakan harga aluminium di akhir tahun akan mencapai US$ 2.900 per ton-US$ 3.000 per ton. Sedangkan pada kuartal kedua ini, diproyeksi harganya akan mencapai US$ 2.700 per ton-US$ 2.800 per ton. 

Selaras dengan hal ini, Analis Pasar Mata Uang, Lukman Leong mengatakan bahwa komoditas pada umumnya memang merespons cepat pada kondisi suplai, untuk aluminium. Dia melihat penurunan harga aluminium berjangka saat ini akan berlangsung hingga masalah suplai terselesaikan. 

Menurut dia, sentimen yang membuat harga aluminium berjangka turun karena the Fed yang terus mundur dari rencana pemangkasan suku bunganya, dan situasi konflik di Timur Tengah yang tidak berdampak positif terhadap harga aluminium. 

Baca Juga: Konglomerat Indonesia Ramai-Ramai Masuk ke Bisnis Smelter

“Namun China dari waktu ke waktu terus mengguyurkan stimulus, yang terakhir di sektor properti, di mana akan sanggup mendukung harga paling tidak untuk beberapa bulan ke depan” kata Lukman kepada Kontan.co.id, Minggu (2/6).

Kendati begitu, Lukman mengatakan bahwa penurunan harga aluminium berjangka saat ini hanya bersifat sementara, karena aksi profit taking dari kenaikan besar belakangan ini, dan koreksi teknikal dari resistance harga di US$ 2.700 per ton. 

Lukman pun memperkirakan harga aluminium berjangka akan kembali baik ke depannya, di kisaran US$ 2.800 per ton. Sementara pada akhir tahun 2024, dia memproyeksi harganya akan berada di posisi US$ 3.000 per ton. 

“Kemudian pada kuartal II ini saya melihat harga aluminium berjangka akan berada di kisaran US$ 2.780 per ton-US$ 2.850 per ton,” tandasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati