JAKARTA. Sentimen tidak sedap mengganjal prospek PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) di tahun ini. Sebabnya berasal dari kebijakan Kementerian Perdagangan (Kemdag) yang membatasi harga maksimal anak ayam umur sehari alias day old chick (DOC), berikut volumenya. Sejak medio April 2014, Kemdag membatasi harga maksimum DOC sebesar Rp 3.200 per ekor. Kemdag juga meminta produsen DOC mengurangi volume produksi sebanyak 15%, karena pasokan di pasar sudah berlebih. Dengan kebijakan ini, Kemdag berupaya menyeimbangkan pasokan serta membantu peternak ayam skala kecil yang membeli DOC. Selama ini, pemerintah menilai, harga jual ayam dan telur para peternak lebih rendah dari biaya produksi.
Maklumat Kemdag itu merugikan produsen DOC, seperti JPFA. Maklum, asal tahu saja, harga rata-rata DOC JPFA di tahun 2013 sudah mencapai Rp 4.700 per ekor. William Kaharudin, Analis KDB Daewoo Securities menyatakan, beleid Kemdag itu akan menekan keuntungan JPFA tertekan. Meski bukan penghasil DOC terbesar, bisnis ini menyumbang 6,6%, atau Rp 1,43 triliun terhadap total pendapatan JPFA di tahun 2013 yang mencapai Rp 20,78 triliun. "Kebijakan ini mempengaruhi kinerja penjualan secara keseluruhan," tulis William dalam risetnya, 24 April 2014. Tahun lalu, bisnis DOC JPFA tumbuh 13,3%. Sementara pemain utama lain, seperti PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN) dan PT Malindo Feedmill Tbk (MAIN), masing-masing mencetak pertumbuhan penjualan DOC sebanyak 24,1% dan 25,4%. Dalam jangka pendek, kebijakan pembatasan harga jelas akan mencukur margin laba JPFA. Namun di sisi lain, lanjut William, ada potensi kenaikan permintaan pakan dari peternak yang membeli DOC dengan harga murah. Tahun lalu, pakan ternak menyumbang kontribusi pendapatan sebesar Rp 9,43 triliun (45,4%) dari total pemasukan JPFA. Reza Nugraha, analis MNC Securities berpendapat, sebelum kebijakan Kemdag berlaku, industri poultry sudah mengalami tekanan akibat tingginya harga impor bahan baku pakan serta kerugian selisih kurs. Situasi itu yang kemudian memaksa produsen untuk menaikkan harga DOC. "Dengan begitu, margin keuntungan emiten ini akan tertekan, tak hanya dari harga impor pakan yang naik, namun juga dari pembatasan harga DOC," tutur Reza.
Reza menambahkan, rasio harga berbanding laba bersih per saham atau price to earning ratio (PER) JPFA saat ini yang sebesar 21 kali, sudah lebih tinggi dibanding PER rata-rata industri sebesar 18 kali-19 kali. Alhasil, dia menyarankan hold saham JPFA dengan target harga Rp 1.300 per saham. Tapi, hitungan William, PER JPFA yang kini mencapai 22,9 kali, masih lebih kecil dibandingkan industrinya yang sebesar 23,5 kali. "Kami sarankan investor melakukan strategi bottom fishing atau posisi beli," sebut William, tanpa menyebut target harga karena tengah menghitung ulang. Adapun, Aditya Eka Prakasa, Analis Bahana Securities, merekomendasikan buy saham JPFA dengan target harga Rp 1.800 per saham. Kemarin, harga saham JPFA turun 1,21% dari posisi akhir pekan lalu, menjadi Rp 1.220 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie