Harga batubara panaskan kinerja Adaro Energy



JAKARTA. Harga batubara mulai memanas. Per September 2016, harga batubara acuan (HBA) naik 9,5% menjadi US$ 63,93 per ton dibandingkan Agustus senilai US$ 58,37 per ton. Bahkan di bursa ICE Futures Europe, harga batubara untuk kontrak pengiriman Oktober 2016 sudah melonjak 55% year-to-date (ytd) menjadi US$ 70,75 per ton.

Salah satu pemicu kenaikan harga batu bara lantaran permintaan Tiongkok meningkat. Memanasnya harga batubara berefek positif terhadap prospek emiten produsen batubara, termasuk PT Adaro Energy Tbk (ADRO).

Analis Minna Padi Investama, Christian Saortua menilai, sekitar 24% penjualan batubara ADRO diserap pasar domestik, sementara 16% diekspor ke India dan 14% menyasar pasar Tiongkok. ADRO akan menuai manfaat dari kenaikan harga batubara dan meningkatnya permintaan untuk mendukung program kelistrikan pemerintah 35.000 mega watt (MW).


Analis Samuel Sekuritas, Sharlita Malik berpendapat, ekspor ADRO mungkin akan tetap stabil. Namun dengan kenaikan harga batubara, maka harga jual rata-rata ADRO berpotensi meningkat sehingga emiten ini bisa meraup untung lebih besar.

"Kami memperkirakan produksi masih tetap sama, tidak akan bertambah," kata dia kepada KONTAN, kemarin.

Manajemen memproyeksikan sepanjang tahun ini memproduksi 52 juta ton sampai 54 juta ton batu bara.

Sepanjang paruh pertama 2016, produksi batu bara ADRO mencapai 25,86 juta ton, tak jauh berbeda daripada semester pertama tahun lalu. Pada semester I 2016, ADRO meraup laba bersih US$ 122 juta, naik 2,52% year-on-year (yoy).

Pencapaian tersebut berasal dari efisiensi. Biaya pengupasan tanah (stripping cost) ADRO hanya 4,3x atau lebih rendah daripada proyeksi sepanjang tahun ini yaitu 4,7x.

Hal itu mengarah ke cash cost yang lebih rendah untuk semester pertama 2016. "Tapi kami pikir angka itu akan tumbuh di paruh kedua tahun ini sejalan rencana perusahaan menggarap pengupasan tanah lebih banyak sebelum masuk musim hujan di akhir tahun," kata Christian.

Adapun Sharlita memperkirakan cash cost ADRO di level US$ 26,2 per ton dan stripping ratio 4,9x di tahun ini. "Kami percaya kondisi ini bisa meningkatkan margin ke depannya," jelas dia.

ADRO juga melakukan diversifikasi ke beberapa bisnis terkait industri batu bara demi memaksimalkan efisiensi dan meningkatkan produktivitas. ADRO punya bisnis jasa pertambangan dan logistik.

Dengan mengintegrasikan semua unit bisnis, menurut Christian, ADRO menciptakan keunggulan kompetitif dibandingkan kompetitor dan memiliki lebih banyak diversifikasi pendapatan untuk mengantisipasi volatilitas harga batubara.

Proyek pembangkit listrik ADRO berkapasitas 2 x 1.000 MW di Batang Jawa Tengah juga berjalan baik. Jika pembangkit listrik tersebut beroperasi, kata Sharlita, ADRO bisa memasok hingga 6 juta ton per tahun pada 2020.

Christian dan Sharlita merekomendasikan buy saham ADRO dengan target masing-masing Rp 1.500 per saham. Analis Indo Premier Securities, Frederick Daniel, juga merekomendasikan buy ADRO dengan target Rp 1.500 per saham. Harga ADRO kemarin menanjak 4,02% menjadi Rp 1.165 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie