KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga batubara yang fluktuatif masih akan menjadi tantangan bagi PT Indo Tambangraya Megah Tbk (
ITMG). Selain itu, gejolak perekonomian China turut membayangi kinerja Indo Tambang. Padahal, harga batubara mulai mengalami penguatan akhir-akhir ini. Melansir Trading Economics, harga batubara menguat 19,39% dalam sebulan terakhir ke US$ 146,25 per ton pada Kamis (14/12) pukul 19.52 WIB. Research Analyst Reliance Sekuritas Ayu Dian melihat, penguatan harga batubara itu mendorong perbaikan pada rata-rata harga jual atawa
average selling price (ASP) ITMG. Hanya saja, hal tersebut dinilai tidak memiliki dampak signifikan terhadap pendapatan ITMG di kuartal IV ini.
"Hal ini juga didorong dari potensi penurunan impor batubara termal China dan Eropa di tengah pasokan yang telah mencukupi untuk kebutuhan musim dingin sehingga dapat menekan harga batu bara kembali," terang dia kepada Kontan.co.id, Kamis (14/12).
Baca Juga: Menakar Prospek Emiten Tambang Saat Harga Komoditas Lesu Ayu juga memperkirakan harga komoditas masih akan stagnan di tahun depan. Sehingga, harga batubara masih menjadi tantangan untuk Indo Tambangraya. Hanya saja, terdapat potensi kenaikan jika pemulihan ekonomi China sebagai negara konsumen batubara terbesar tumbuh lebih baik dari yang diharapkan pasar. Selain itu, penurunan harga minyak juga berdampak baik bagi penurunan biaya per ton ITMG, sehingga margin perusahaan dapat berpotensi tumbuh. Di sisi lain, pertumbuhan produksi berpotensi mengimbangi pelemahan harga batubara. Adapun ITMG memproyeksikan tambang Graha Panca Karsa (GPK) mulai beroperasi di 2024. Produksi tahap awal diperkirakan mencapai 1 juta ton. Ayu berpandangan, operasional tambang tersebut akan berdampak terhadap penjualan perusahaan. "Selain itu produksi yang dihasilkan akan menambah portofolio produk ITMG karena yang dihasilkan merupakan batubara dengan kalori sulfur yang rendah," papar dia.
Baca Juga: Indo Tambangraya (ITMG) Ramal Harga Batubara Tak Banyak Berubah pada Tahun Depan Sebagai informasi, batubara produksi GPK memiliki nilai kalori 3.600-3.800 kcal per kg, dengan kandungan abu (
ash) 8%-11%, dan kandungan sulfur yang cukup baik yakni di antara 0,1%-0,2%. Sampai dengan kuartal III, ITMG juga telah melakukan beberapa persiapan guna memulai operasi tambang di tahun depan. Antara lain, penyelesaian perataan lahan serta proses cut & fill, pengiriman material untuk pembangunan konveyor, serta pembangunan infrastruktur utama dan pendukung termasuk
mess, jembatan, jalan angkut, dermaga, dan area pemuatan tongkang. Analis NH Korindo Sekuritas Indonesia Axell Ebenhaezer menambahkan, prospek ITMG juga didorong dari upaya diversifikasi yang dilakukan perseroan. Axell menuturkan ITMG mengakuisisi 65% saham Suryanesia hingga kuartal III 2023.
Baca Juga: Indo Tambangraya (ITMG) Serap Capex US$ 26,7 Juta per Kuartal III 2023 Asal tahu saja, Suryanesia adalah sebuah perusahaan Solar-as-a-Service yang menawarkan layanan pemasangan, pengoperasian, dan pemeliharaan panel surya di atap. Suryanesia memiliki kapasitas sebesar 0,5 megawatt peak (MWp) pada akhir kuartal III 2023, dengan 3,5 MWp lainnya dalam tahap konstruksi dan total komitmen kapasitas sebesar 6,3 MWp. "Tujuan utama akuisisi ini adalah untuk memperluas kapasitas bisnis tenaga surya atap ITMG, serta menjangkau basis pelanggan yang lebih luas dan memperkuat kehadiran pasar," papar Axell. Dengan demikian, NH Korindo merekomendasikan hold ITMG dengan target harga Rp 26.500 per saham. Sementara Reliance Sekuritas merekomendasikan trading buy ITMG dengan support dan resistance di level Rp 23.600 per saham-Rp 24.650 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati