JAKARTA. PT Bayan Resources Tbk lebih gesit memanfaatkan momentum peningkatan harga batubara sepanjang kuartal I-2017. Lihat saja, pada periode ini, perusahaan ini mampu mencetak laba tahun berjalan sebesar US$ 55,96 juta, melonjak tinggi dibanding dengan periode sama tahun lalu rugi US$ 1,36 juta. Pendapatan perusahaan ini bisa naik dua kali lipat. Jika kuartal I-2016 emiten dengan kode saham BYAN di Bursa Efek Indonesia (BEI) ini hanya mencatatkan pendapatan US$ 93,92 juta, periode yang sama 2017 naik menjadi US$ 187,46 juta. Jenny Quantero, Director of Corporate Affairs and Corporate Secretary BYAN bilang, performa produksi kuartal I-2017 sesuai target manajemen. Hanya, ia tak merinci realisasi produksi periode tersebut. Jenny hanya menyebut produksi ini sesuai target produksi BYAN sepanjang 2017 ini di kisaran 15 juta -17 juta ton.
Selama kuartal I-2017, penjualan batubara menjadi pendorong pertumbuhan penjualan terbesar yakni US$ 180,64 juta. Sedangkan penjualan non batubara, yakni jasa kontraktor, perdagangan, pengangkutan, dan bongkar muat hanya US$ 6,82 juta. Penjualan batubara untuk pasar ekspor masih lebih dominan ketimbang untuk pasar domestik. Nilai ekspor kuartal I-2017 mencapai US$ 167,45 juta. Negara Tujuan ekspor BYAN diantaranya Jepang, Korea Selatan, China, Filipina, Malaysia, India dan Taiwan, "Pendapatan meningkat karena peningkatan produksi dan kenaikan harga," katanya kepada KONTAN, Jumat (12/5). Jenny bercerita, tahun ini, Bayan akan mengoperasi kan lagi tambang PT Gunung Bayan Pratama Coal. Anak usaha ini memiliki areal tambang di Muara Tae, Kalimantan Timur. Manajemen Bayan sempat menghentikan operasional tambang pada tahun 2015 lantaran harga jual batubara melorot di pasar global. Selain itu, BYAN juga masih berproduksi dari tambang Senyiur, Kalimantan Timur dengan. Saat ini tambang Senyiur di Kaltim. menjadi penopang produksi batubara bagi Bayan Resources. Secara total dari empat tambang produksi itu, kualitas kalorinya adalah 4.200 kkal/kg-4.300 kkal/kg. Sementara untuk jumlah cadangan terbukti mencapai 700 juta ton. Terus efisiensi Meskipun ada tren kenaikan harga batubara, manajemen Bayan tak mau terlena dengan kondisi ini. Mereka mengklaim tetap berupaya melakukan efisiensi di internal perusahaan agar bisa memenuhi target-target keuangan. Jenny menyebut saat ini BYAN terus melakukan efisiensi di sisi produksi. Dengan cara ini, operasional tambang batubara bisa mengantongi margin penghasilan tinggi. Efisiensi yang dilakukan oleh perusahaan ini bukan berarti menghemat belanja modal. Perusahaan ini mengklaim tahun lalu saja telah mengalokasikan belanja modal sekitar US$ 45 juta. Dana ini mereka pakai untuk mengoptimalkan produksi, diantaranya membantun infrastruktur pertambangan.
Apakah belanja modal tahun ini akan seagresif tahun lalu? Jenny belum mau memparkannya. Secara diplomatis ia cuma menyebut, pencapaian produksi pada kuartal I-2017 lalu sudah sesuai dengan anggaran belanja yang disiapkan oleh perusahaan ini. Guna mengejar target produksi, BYAN telah perpanjangan kontrak jasa penambangan dan sewa alat dengan PT Thiess Contractor Indonesia yang merupakan anak usaha dari CIMIC Group Lyd. Kontrak ini berlangsung hingga 2019 mendatang, dengan nilai mencapai US$ 400 juta. Meskipun produksi mulai merangkak naik, perusahaan ini masih dipusingkan dengan tumpang tindih perizinan di salah satu anak usahanya yakni PT Orkida Makmur di Tabang, Kalimantan Timur. Saat ini perusahaan ini masih bersengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Rizki Caturini