JAKARTA. Laporan kenaikan impor dari beberapa negara konsumen utama jadi pendongkrak harga jual batubara. Akhir pekan lalu, harga sempat menyentuh level tertinggi sejak akhir 2014. Mengutip
Bloomberg, harga batubara kontrak pengiriman Agustus 2016 di ICE Futures Europe pada Jumat (15/7) melesat 0,94% menjadi US$ 64,3 per metrik ton. Ini merupakan harga level tertinggi sejak Desember 2014. Sementara sepekan, harga batubara tumbuh 7,43%. Ibrahim, Direktur PT Garuda Berjangka menjelaskan, harga batubara naik merespons data pertumbuhan ekonomi China yang memuaskan pelaku pasar. Produk domestik bruto (PDB) China kuartal II-2016 bertahan di level 6,7%, namun lebih tinggi dari prediksi 6,6%.
"Semakin menumbuhkan harapan kenaikan permintaan batubara dari China bisa bertahan untuk beberapa waktu ke depan," ujar Ibrahim. Analis ICIS China, Deng Shun memprediksi, impor batubara China bisa lebih dari 20 juta ton per bulan sepanjang paruh kedua tahun 2016. Sebagai gambaran, bulan Juni 2016, impor China naik 8,2% atau impor tertinggi selama setahun terakhir. Bulan lalu, China juga memangkas produksi batubara 16,6% dibanding bulan sebelumnya. Di sisi lain, Dheng Shun menduga, total produksi batubara China sepanjang tahun ini akan turun 280 juta ton. Pada semester I 2016, produksi batubara China sudah turun 9,7% menjadi 1,63 miliar ton dibanding periode yang sama tahun lalu. "Ini dilakukan China karena biaya produksi dan operasional tambang batubara dalam negeri lebih tinggi dibanding kan impor, maka produksi dipangkas dan impor digenjot," papar Ibrahim. Ambil contoh, PetroChina Co dan Cnooc Ltd menutup beberapa tambang batubaranya yang sudah tidak menguntungkan.Wajar jika Ibrahim memproyeksikan, harga batubara Selasa (19/7) masih akan melanjutkan kenaikannya. Lagipula, di awal pekan, beban dari USD masih minim, sehingga harga komoditas bergerak cukup positif termasuk batubara. Permintaan India Deddy Yusuf Siregar, Research and Analyst PT Asia Tradepoint Futures menambahkan, kenaikan harga minyak mentah cukup mendongkrak harga batubara dalam beberapa waktu terakhir. Selain itu, sejumlah pabrik semen di Korea Selatan, India dan Afrika Selatan beralih dari pemakaian minyak bumi ke penggunaan batubara sebagai bahan bakar pabrik. "Kebutuhan batubara masih cukup tinggi, jadi secara fundamental ini positif bagi harga," kata Deddy. Katalis positif juga berembus seiring dengan rencana Perdana Menteri India, Narendra Modi menyediakan energi bagi seluruh masyarakat India. Selama ini, India bergantung pada batubara sebagai pembangkit listrik. Walaupun produksi batubara Coal India kuartal II-2016 naik 3,5% menjadi 125,65 juta ton, namun tidak terjadi penumpukan pasokan. Sebab, penjualan batubara juga naik 2,9% menjadi 133,19 juta ton. "India memilih meningkatkan permintaan dalam negeri karena harga dalam negeri yang lebih murah dibandingkan impor dari Australia dan Afrika Selatan," imbuh Deddy. Di tengah tingginya permintaan, Coal India berencana mengurangi pasokan hingga sekitar 46 juta–53 juta ton dalam beberapa bulan mendatang. "Ada potensi harga batubara bisa naik hingga US$ 70 per metrik ton," duga Deddy.
Namun Deddy mengingatkan, kans koreksi secara teknikal masih terbuka. "Selain kenaikan yang sudah tajam, aksi
profit taking bisa menjegal kenaikan yang terjadi," analisis Deddy. Pergerakan USD dan harga minyak mentah juga perlu dicermati. Secara teknikal, Deddy melihat, harga masih bergerak di atas moving average (MA) 50, 100 dan 200 sehingga mendukung kenaikan. Begitu juga garis moving average convergence divergence (MACD) di area positif berpola uptrend. Namun relative strength index (RSI) level 78 dan stochastic level 98 sudah masuk area
overbought yang bisa menekan harga. Pada Selasa (19/7), Deddy memprediksi, harga batubara akan bergerak di US$ 63,8–US$ 65 dan sepekan US$ 62–US$ 65 per metrik ton. Prediksi Ibrahim, harga hari ini antara US$ 63,90–US$ 66,10 per metrik ton. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie