JAKARTA. Harga batubara tetap kokoh di tengah ancaman kenaikan produksi di China. Efek kenaikan produksi hanya jangka pendek. Sementara tren harga komoditas energi ini dalam jangka menengah masih positif. Mengutip
Bloomberg, pada Jumat (4/11), harga batubara kontrak pengiriman Desember 2016 di ICE Futures Europe menguat 3,6% dibanding sehari sebelumnya menjadi US$ 106,75 per ton. Dalam sepekan terakhir, harga batubara menanjak 8,2%. Sebelumnya, harga batubara sempat menyentuh US$ 110,4 per ton pada Selasa (1/11).
Analis Central Capital Futures Wahyu Tri Wibowo menjelaskan, China menilai kebijakan pemangkasan produksi batubara yang diambil sebelum ini memberi dampak lebih besar dari yang diduga. "Karena itu, China mulai melakukan intervensi," tutur Wahyu. Sebenarnya, pasokan batubara di lima pelabuhan utama wilayah Bohai Rim, China, naik 47,5% dari pekan sebelumnya menjadi 15 juta ton. Persediaan pembangkit listrik utama juga meningkat 35,4% menjadi 65 juta ton. Meski stok pulih, tetapi harga batubara tetap menanjak. Komisi Pembangunan Nasional dan Reformasi China (NDRC) menilai kenaikan harga sudah tidak sesuai dengan kondisi fundamental. China mengumpulkan produsen batubara guna menghentikan kenaikan harga tersebut. Seiring datangnya musim dingin, China khawatir pasokan batubara tidak cukup. Kenaikan harga juga dapat menyebabkan masalah lain, seperti inflasi. Maklum kenaikan harga batubara akan diikuti kenaikan tagihan listrik rumah tangga dan pabrik. "Intervensi China pasti akan mempengaruhi harga batubara dalam jangka pendek," kata Wahyu. Hingga kuartal I-2017, Wahyu memprediksi harga batubara US$ 70-US$ 132. Tekanan akan muncul jika harga tembus US$ 110. Permintaan Indonesia Deddy Yusuf Siregar, Analis Asia Tradepoint Futures, memaparkan, tingginya permintaan batubara di China maupun negara Asia lainnya masih menjadi penopang harga. Apalagi, cadangan batubara Indonesia sebagai eksportir terbesar kini mulai menipis. Menurut Badan Geologi Kementerian ESDM, kekayaan batubara Indonesia tinggal 161 miliar ton, dengan cadangan sebesar 28 miliar ton. Padahal, kebutuhan batubara untuk pasokan listrik diprediksi mencapai 63% dari total sumber energi di 2020, atau naik 47% dari saat ini.
"Bila Indonesia meningkatkan konsumsi batubara, ditakutkan akan menganggu pasokan batubara global," papar Deddy. Deddy memperkirakan jika harga batubara menembus US$ 110, harga batubara berpotensi terkoreksi ke US$ 90–US$ 100 di akhir tahun. Dari sisi teknikal, Deddy melihat harga batubara bergulir di atas moving average (MA) 50, MA100 dan MA200. Indikator MACD berada di area negatif. Stochastic cenderung menguat di level 76 dan RSI naik ke level 67. Deddy memprediksi harga batubara akan menguat dan bergerak di kisaran US$ 101–US$ 109,8 hari ini dan antara US$ 100,1–US$ 109,8 per ton sepekan ke depan. Sedang menurut hitungan Wahyu, harga akan melemah dan bergerak di kisaran US$ 98–US$ 107 hari ini dan US$ 95–US$ 112 sepekan ke depan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie