KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Batubara semakin ditinggalkan karena adanya peralihan ke energi terbarukan. Harga batubara turun lebih dalam akibat permintaan yang lemah diiringi kenaikan produksi negara importir utama. Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo mencermati, harga batubara telah turun ke level yang tidak terlihat setidaknya dalam tiga bulan terakhir. Permintaan batubara termal di Asia lesu karena produksi dalam negeri yang melimpah dan suhu yang lebih rendah dari perkiraan di negara 4 musim. Batubara berjangka Newcastle yaitu tolok ukur untuk wilayah konsumen batubara terbesar di Asia, terpantau turun di bawah US$ 170 per ton yang menjadi level terendah sejak Januari 2022. Hal itu karena produksi yang lebih tinggi dan permintaan yang lemah di luar China.
Baca Juga: Harga Batubara Kian Terpuruk Akibat Lemahnya Permintaan Sutopo menjelaskan, produksi batubara China naik 5,8% year on year (YoY) menjadi 734,23 juta ton selama Januari - Februari 2023 karena pemerintah mendorong penambang untuk meningkatkan produksi. Ditambah lagi, India menghasilkan rekor 73,02 juta ton batubara pada April 2023, atau naik 8,67% YoY yang semakin mengurangi ketergantungan pada impor. Sebaliknya, Uni Eropa membakar lebih sedikit batubara dan gas, sejak Oktober 2022 hingga Maret 2023. Produksi batubara ikut turun 11% YoY dan produksi gas turun 38 terawatt jam (TWh). “Permintaan batubara sifatnya adalah musiman terutama mendekati musim dingin. Diluar itu, harga minyak yang saat ini relatif stabil, sehingga membuat energi kotor seperti batubara kurang diminati, ungkap Sutopo kepada Kontan.co.id, Kamis (25/5). Menurut Sutopo, harga batubara global yang telah turun drastis akan membuat orang Eropa siap untuk menjual stok mereka, bahkan dengan kerugian. Akibatnya, batubara Eropa juga ingin masuk pasar Asia. Ini artinya pembeli akan memiliki lebih banyak pilihan daripada sebelumnya. Kendati demikian, beberapa pelaku pasar merasa batubara yang berasal dari Eropa kemungkinan akan kurang disukai oleh pembeli Asia karena bahan baku kurang tua. Dengan harga yang bersaing, maka mudah didapat saat ini. Batubara asal Afrika Selatan juga akan bersaing dengan batubara Kolombia, Indonesia, Australia dengan kadar abu tinggi dan kadar air tinggi. Chief Analyst DCFX Futures Lukman Leong mengamati, tekanan harga batubara masih disebabkan oleh faktor klasik yaitu permintaan yang masih lemah dan produksi yang tinggi. Permintaan batubara tertekan oleh perpindahan ke energi terbarukan. Data menunjukkan pengeluaran untuk energi terbarukan sekarang 1,7 kali lebih besar dari energi fosil. Menurut Lukman, prospek bagi batubara saat ini kurang bagus terutama oleh perlambatan ekonomi global dan perpindahan ke energi terbarukan. Sebagai contoh, batubara menyumbang 131 GW atau hampir 34% dari total pembangkit listrik di Amerika Serikat (AS). Pada April 2023, batubara hanya menghasilkan rata-rata 59 GW atau 14% dari total.
Baca Juga: Harga Komoditas Melemah, Begini Strategi Mitrabara Adiperdana (MBAP) “Satu-satunya sentimen positif hanyalah harapan pada ekonomi China. Hanya saja sejak pembukaan kembali ekonomi, China masih tidak sebagus harapan,” kata Lukman kepada Kontan.co.id, Kamis (25/5). Jerman mungkin masih bisa membantu setelah menutup semua reaktor nuklir maka negara tersebut akan beralih ke energi fosil. Tetapi, batubara juga mesti bersaing dengan harga gas alam yang juga sangat murah sekarang. Di samping itu, Lukman menilai penguatan dolar AS turut menekan harga batubara. Pada umumnya, harga komoditas menggunakan dolar AS, ketika dolar AS menguat maka otomatis harga akan menjadi relatif lebih mahal bagi pembeli yang akan menukarkan mata uang mereka ke dolar AS.
Lukman memproyeksikan harga batubara akan berkisar US$ 135 per ton - US$ 155 per ton di akhir tahun 2023. Permintaan dan pasokan masih akan terus menekan harga batubara. Sedangkan, Sutopo memperkirakan batubara diperdagangkan pada level US$ 176,15 per ton pada akhir kuartal II-2023. Selanjutnya, harga batubara diprediksi berkisar US$ 197,17 per ton di posisi akhir tahun. Mengutip Barchart, pada perdagangan Rabu (24/5) kemarin, harga batubara kontrak Juni di pasar ICE Newcastle ditutup jeblok 6,98% di posisi US$ 150 per ton. Pada perdagangan hari ini, Kamis (25/5) harga batubara melanjutkan penurunan 4,00% ke level US$ 144 per ton. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi