Harga batubara makin merana



JAKARTA. Harga batubara terpuruk. Data ekonomi China yang negatif masih menjadi tekanan terbesar bagi pergerakan harga komoditas ini.Harga batubara untuk kontrak pengiriman Agustus 2013 di ICE Eropa, Senin (24/6), turun 1,00% menjadi US$ 79,05 per ton dibandingkan harga di akhir pekan lalu. Ini merupakan harga terendah sejak 1 April 2009. Namun, jika dihitung selama sebulan terakhir, harga batubara telah merosot sebesar 9,71%.

Sepanjang bulan Juni ini, beberapa rilis data ekonomi China menunjukkan penurunan aktivitas industri dan manufaktur. Contoh saja, data dari HSBC menunjukkan, indeks purchasing managers (PMI) China pada Juni 2013 berada di level 48,3. Ini merupakan level terendah sejak Oktober 2012. Pada bulan sebelumnya, PMI China berada di level 49,2.

Selain itu, harga batubara seperti halnya komoditas lain juga tertekan, setelah The Fed berencana untuk memangkas stimulus moneter di akhir tahun ini, jika ekonomi Amerika Serikat (AS) membaik.


Namun, Wahyu Tribowo Laksono, analis Megagrowth Futures mengatakan, jika ekonomi AS membaik, belum tentu kebutuhan energi akan ikut terdongkrak. Permintaan batubara tak akan sebaik komoditas energi lain, seperti minyak dan gas alam. Apalagi persediaan gas alam masih cukup besar dan relatif lebih murah ketimbang batubara.

Harga batubara juga dipengaruhi oleh isu lingkungan. Negara maju seperti AS dan Eropa lebih menyukai energi yang lebih ramah lingkungan, dengan mengurangi emisi dari pembangkit listrik tenaga batubara.

Namun, secara teknikal, harga batubara berpotensi untuk rebound terbatas. Stochastic dan relative strength index (RSI) dalam kondisi jenuh jual (oversold) dan bersiap untuk naik. Tapi, karena batubara diselimuti sentimen negatif, sinyal bearish masih mendominasi.     

Kiswoyo Adi Joe, Managing Partner PT Investa Saran Mandiri menambahkan, tekanan harga batubara disebabkan oleh masalah klasik yakni jumlah permintaan tak sebanding dengan pasokan yang ada. Wahyu dan Kiswoyo sama-sama memprediksi harga batubara dalam sepekan ke depan akan bergerak di rentang di US$ 75 per ton-US$ 80 per ton.     

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini