KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sektor semen menjadi salah satu sektor yang diproyeksi kinerjanya akan pulih tahun ini. Salah satu pendorongnya yakni melandainya harga batubara yang menjadi salah satu komponen terbesar dalam ongkos produksi. Analis BRI Danareksa Sekuritas Muhammad Naufal Yunas melihat, normalisasi harga batubara akan mendukung peningkatan margin emiten semen. Dukungan pemerintah dalam mengendalikan harga batubara melalui Badan Layanan Umum (BLU) tahun ini akan memastikan ketersediaan pasokan batubara dengan harga domestic market obligation (DMO) bagi para pemain semen. Catatan Naufal, saat ini hanya PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) yang telah mengamankan pasokan batubara dengan harga DMO (US$ 90 per ton) untuk setahun penuh 2023
Dengan demikian, skema BLU akan menjadi katalis positif khususnya bagi PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) dan pemain kecil lainnya dalam meningkarkan margin. INTP diekspektasikan bakal mendapatkan sebagian besar pasokan batubaranya dengan harga DMO setelah BLU diimplementasikan tahun 2023.
Baca Juga: Sukses! Transaksi Rights Issue Semen Indonesia (SMGR) Capai 96,9% Naufal memperkirakan, margin kotor SMGR akan meningkat dari 30,5% di 2022 menjadi 33,7% di 2023. Sedangkan margin kotor INTP akan meningkat dari 29,8% di 2022 menjadi 32,5% pada 2023. Di sisi lain, berakhirnya fenomena La Nina di tahun 2023 juga dapat membantu mengangkat volume penjualan semen. Menurut prakiraan dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG), La Nina berpotensi berakhir pada akhir tahun 2022. Setelah itu, curah hujan akan mulai normal pada tahun 2023. Kondisi ini berpotensi meningkatkan pertumbuhan volume penjualan Meski harga batubara berpotensi melandai tahun ini, Analis MNC Sekuritas Rudy Setiawan melihat risiko geopolitik masih membayangi tahun ini, yang dapat mengganggu prospek positif industri semen. Rusia dilaporkan masih menutup jaringan distribusinya di kawasan Eropa. Sedangkan La Nina diprediksi oleh Organisasi Meteorologi Dunia atau World Meteorological Organization (WMO) akan berlangsung cukup lama. Dengan demikian, kondisi ini akan mengganggu rantai pasokan batubara, sehingga dapat meningkatkan harga batubara. Dari sisi kebijakan, risiko datang dari asumsi adanya perubahan pada kebijakan DMO sehingga pemerintah dapat mengintervensi harga jual rata-rata atau average selling price (ASP) semen dalam negeri. Terlepas dari hal itu, Rudy menilai, sektor semen berpotensi tumbuh pada tahun ini. Hal ini didorong oleh peningkatan anggaran infrastruktur sebesar 7,8% YoY menjadi Rp392 triliun dan pembangunan Ibu Kota negara (IKN) baru. Pandangan Rudy, SMGR dan INTP berpotensi memainkan peran besar di proyek ini, karena proyek IKN akan menyerap 1,6 juta ton semen pada 2022 sampai 2024. Ke depan, permintaan semen di IKN dipeoyeksi akan melonjak menjadi 4 juta ton pada 2025 sampai 2029, lalu naik menjadi 6 juta ton pada 2030 sampai 2034. Permintaan semen di proyek prestisius ini berpotensi naik menjadi 8 juta ton pada 2034 sampai 2039. “Dengan demikian, kami memperkirakan volume penjualan semen berpotensi berada di rentang 68 juta ton sampai 70 juta ton di 2023 sampai 2024,” kata Rudy. MNC Sekuritas mengubah rating sektor semen dari semula netral menjadi overweight. Pilihan teratas alias top picks di sektor semen adalah SMGR dengan rekomendasi buy dan target harga Rp10.250 serta INTP dengan rekomendasi buy dan target harga Rp 11.600. Namun, risiko yang membayangi rekomendasi ini diantaranya kenaikan harga batubara, kebijakan Over Dimension Over Load (ODOL) dan pajak karbon, serta kebijakan DMO Senada, Naufal juga menyematkan rating overweight di sektor semen. “SMGR dan INTP tercatat punya valuasi yang murah, yang berada di bawah level rata-rata mereka,” terang Naufal. Hanya saja, Naufal lebih memilih SMGR daripada INTP karena potensi upside- nya yang lebih tinggi. Dia merekomendasikan beli saham SMGR dengan target harga Rp 11.000 dan beli saham INTP dengan target harga Rp 11.800 per saham.
Baca Juga: Semen Indonesia Resmi Akuisisi 83,52% Saham Solusi Bangun Indonesia Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat