KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga batubara cukup membara sepanjang tahun lalu. Melansir
Bloomberg, harga batubara di bursa ICE Newcastle berada di level US$ 81,75 per ton pada penutupan perdagangan Kamis (31/12). Bahkan, emas hitam ini sempat menyentuh level tertingginya tahun lalu, yakni di harga US$ 85,50 per ton pada perdagangan Senin (28/12). Pada perdagangan awal tahun pun, harga batubara masih bertahan di atas level US$ 80 per ton. Pada perdagangan Senin (4/1), harga batuabara Newcastle berada di level US$ 81,4 per ton. Setelah harganya memanas tahun lalu, bagaimana prospek harga batubara tahun ini?
Analis Phillip Sekuritas Indonesia Michael Filbery mengatakan, rata-rata harga batubara tahun ini diperkirakan akan lebih tinggi dibandingkan dengan harga rata-rata sepanjang tahun 2020.
Baca Juga: Kenaikan harga CPO diramal hanya bertahan hingga kuartal I, ini sebabnya Jika benchmark harga batubara sepanjang tahun 2020 ada di level US$ 60 per ton, Michael memperkirakan pada 2021, harga rata-rata batubara akan berada di level US$ 65 per ton. “Pemulihan perekonomian di China akan meningkatkan permintaan terhadap batubara. Tahun 2021 diperkirakan akan terjadi defisit stok batubara di China, dimana permintaan yang lebih besar ketimbang
supply batubara,” ujar Michael kepada Kontan.co.id, belum lama ini. Hal ini, lanjut Michael, akan meningkatkan prospek impor batubara oleh China untuk menutupi defisit stok batubara di Negeri Panda tersebut. Di sisi lain, permintaan batubara di India juga diperkirakan akan membaik di tahun ini, seiring telah melonggarnya pembatasan sosial serta aktivitas industri manufaktur yang telah berjalan sehingga meningkatkan penggunaan listrik.
Baca Juga: Pasar batubara pulih, HBA Januari 2021 menguat ke level US$ 75,84 per ton Analis Danareksa Sekuritas Stefanus Darmagiri memperkirakan harga batubara akan lebih baik pada tahun 2021, yakni dalam kisaran US$ 70 – US$ 80 per ton, dari rata-rata US$ 60 per ton pada tahun 2020. Hal ini seiring dengan pemulihan ekonomi global yang meningkatkan permintaan batubara global serta larangan berkepanjangan China atas impor batubara Australia. Per 10 bulan pertama 2020, impor batubara termal dari Australia menyumbang sekitar 22,9% dari total impor batubara termal Negeri Tirai Bambu tersebut. Di sisi lain, Stefanus memperkirakan, impor batubara China dan India diperkirakan akan menurun dalam jangka menengah-panjang seiring kedua negara tersebut meningkatkan produksi dalam negerinya. Selain itu, kebijakan China yang akan melanjutkan kebijakan impor untuk mendukung produksi dalam negerinya diyakini bakal mempengaruhi harga batubara global di masa depan. Meskipun demikian, BRI Danareksa Sekuritas meyakini permintaan yang kuat akan datang dari negara-negara Asia Tenggara dan Asia Selatan, dan akan menopang harga batubara jangka panjang.
Baca Juga: Harga batubara memanas, HBA Januari 2021 melesat ke level US$ 75,84 per ton “Secara khusus, permintaan setidaknya didorong oleh pembangkit listrik berbasis batubara yang akan dibangun di Vietnam dan Indonesia,” tulis Stefanus dalam riset, Rabu (23/12). Sementara itu, curah hujan yang tinggi akibat fenomena La-Nina diperkirakan akan semakin memperketat produksi batubara di Indonesia pada tahun 2021.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli