KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Memasuki pekan pertama Desember 2020, sejumlah komoditas diperkirakan akan diperdagangkan dengan harga yang atraktif. Salah satunya adalah komoditas batubara yang mendapat sokongan seiring rencana China yang akan memborong batubara produksi Indonesia mulai tahun depan. Menurut berita terbaru, Negeri Tirai Bambu tersebut telah mengumumkan komitmennya membeli 200 juta ton batubara dari Indonesia mulai 2021. Sebagai perbandingan, Indonesia mengekspor 137,6 juta ton batubara thermal ke China pada 2019. Komitmen tersebut tertuang dalam perjanjian kerja sama antara Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) dan China Coal Transportation and Distribution (CCTDA) yang baru saja ditandatangani.
Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Andy Wibowo Gunawan menilai, kesepakatan pembelian ini terkait dengan meningkatnya ketegangan geopolitik antara Australia dan China.
Baca Juga: IHSG menguat, intip saham-saham koleksi asing pada perdagangan sesi I Selasa (1/12) “Oleh karena itu, menurut kami hal tersebut akan tetap menjadi sentimen positif bagi harga saham batubara Indonesia untuk minggu ini, meskipun menurut kami tambahan permintaan batubara dari China tidak akan signifikan,” tulis Andy dalam riset, Selasa (12/1). Sebagai gambaran, total impor batubara China dari Australia mencapai 77,0 juta ton, termasuk di dalamnya impor batubara termal sebesar 46,0 juta ton pada tahun 2019. Dalam pandangan Mirae Asset, saham PT Adaro Energy Tbk (
ADRO), PT Indo Tambangraya Megah Tbk (
ITMG), PT Bukit Asam Tbk (
PTBA), dan saham terkait batubara lainnya akan menarik pekan ini. Di sisi lain, harga komoditas logam diperkirakan bakal kurang menarik pekan ini. Secara keseluruhan, harga nikel global akan diperdagangkan bervariasi minggu ini seiring dengan adanya katalis dua sisi. Andy meyakini, persediaan nikel di Bursa London Metal Exchange (LME) akan lebih rendah pekan ini. Mirae Asset mencatat bahwa persediaan nikel LME untuk 27 November meningkat menjadi 241.752 ton, dari minggu sebelumnya sebesar 239.664 ton. Di sisi lain, persediaan tembaga di LME akan turun pekan ini dan akan menimbulkan risiko kenaikan harga nikel global. Hal ini karena harga tembaga dan nikel memiliki korelasi positif yang kuat. Pun demikian dengan harga emas yang diperkirakan akan kurang atraktif pekan ini seiring dengan membaiknya data perekonomian AS. Konsensus memperkirakan tingkat pengangguran AS periode November menurun menjadi 6,8% dari bulan sebelumnya di angka 6,9%. Sementara itu, konsensus memperkirakan bahwa klaim pengangguran (
jobless claim) di AS untuk periode 28 November akan menurun menjadi 765.000 orang dari pekan sebelumnya sebanyak 778.000 orang. Alhasil, harga emas global akan diperdagangkan lebih rendah pekan ini, mengingat perkiraan menguatnya daya beli AS. Adapun harga emas global telah merosot ke level US$ 1,787,8 per ons troy, turun 4,4% secara mingguan tetapi masih naik 22,1% secara tahunan.
Baca Juga: Mirae Asset jadikan PTBA top pick sektor batubara, geser ADRO dan ITMG Hal yang sama juga akan dialami oleh komoditas minyak sawit mentah atau
crude palm oil (CPO), dimana akan diperdagangkan mixed pekan ini seiring adanya katalis dua sisi. Mirae Asset menilai, ekspor CPO Malaysia pada 1-30 November akan lebih rendah daripada periode sebelumnya karena ekspor CPO Malaysia pada 1-25 November turun sebesar 18,7% secara bulanan menjadi 1,1 juta ton, mengacu pada data Intertek Testing Services. Di sisi lain, India sebagai konsumen CPO terbesar di dunia telah menurunkan bea masuk minyak sawit menjadi 27,5%, dari semula 37,5%. Dengan demikian, ini akan menjadi risiko kenaikan harga CPO global dalam jangka pendek.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari