KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Permintaan China akan batubara tetap meningkat di tengah terjadinya perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China. Harga batubara pun masih dalam tren
bullish hingga menyentuh rekor tertinggi baru. Mengutip Bloomberg, Rabu (18/7) pukul 16.00 WIB, harga batubara kontrak berjangka pengiriman Agustus 2018 di ICE Future Exchange tercatat mencapai rekor tertinggi sejak Desember 2012, di US$ 117 per metrik ton atau naik 0,52% daripada harga kemarin. Dalam sepekan, harga batubara melonjak 2,27%. Sementara sejak awal tahun harga batubara melonjak 26%. Secara umum harga batubara naik di tengah pembatasan produksi tambang batubara di China. Di sisi lain, impor batubara di China makin meningkat.
Analis Asia Tradepoint Futures Deddy Yusuf Siregar mengutip data JP Morgan mengatakan, kebutuhan batubara di China meningkat karena terjadi peningkatan pembangunan pembangkit listrik yang naik 8% dari Januari hingga April. Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dari perkiraan yang hanya sebesar 3%. Memang, China berencana ingin mengurangi penggunaan batubara sebagai sumber tenaga listrik dan ingin beralih ke gas alam yang dinilai lebih ramah lingkungan. Namun, apa daya ketersediaan gas alam masih terbatas dan membuat China tetap mengimpor batubara. Deddy mengatakan faktor utama harga batubara naik tetap karena permintaan dari China. Namun, Deddy melihat kebutuhan batubara juga cukup tinggi di Jepang. "Permintaan batubara tidak hanya didominasi China, tetapi Jepang, Filipina juga menyusul, beberapa sentimen ini membuat harga batubara naik 40% secara
year on year," kata Deddy, Rabu (18/7). Bahkan, Deddy mengamati sebelum munculnya masalah perang dagang AS dan China atau sepanjang tahun 2016 hingga 2017 ekspor batubara ke China meningkat dua kali lipat. Permintaan batubara China meningkat juga didukung kondisi cuaca panas yang terjadi tidak seperti biasanya di China. Tenaga listrik jadi semakin dibutuhkan untuk pendingin udara. Cuaca panas juga mengeringkan penampungan air di China sehingga memberatkan kinerja tenaga air yang jadi sumber utama energi terbarukan di China. Harga batubara makin tinggi didukung juga dengan tergerusnya cadangan persediaan batubara secara global. Permintaan tinggi, kapasitas produksi turun artinya ke depan Deddy memproyeksikan harga batubara masih dalam tren
bullish. Produksi batubara secara global turun karena produksi batubara di Australia periode Juni 2018 hanya mencapai 1,1 juta ton atau turun 1% secara
year on year (yoy). Deddy memproyeksikan, harga batubara secara jangka panjang masih akan dalam tren
bullish mengingat permintaan batubara secara global naik 1% menjadi 39% hingga awal semester II 2018. Sejak awal tahun hingga Mei 2018 China mengimpor 104,5 miliar metrik ton. Sementara India mengimpor batubara sebesar 77,4 miliar metrik ton. Jika data bulan Juni menunjukkan impor batubara yang lebih tinggi maka memungkinkan harga batubara bisa menyentuh US$ 118 per metrik ton hingga US$ 120 per metrik ton.
Deddy menambahkan, tensi perang dagang AS dengan China cenderung mereda tetapi membawa pada kondisi ketidakpastian. Bagaimana pun perang dagang AS dan China masih akan membayangi pergerakan harga batubara. Secara teknikal Deddy menganalisis harga batubara MA berada di atas 50, 100, dan 200 mengindikasikan penguatan.
Stochactic berada di level 80 dan masuk area
overbought atau jenuh jual tetapi potensi kenaikan harga masih terbuka hanya saja rawan koreksi. Kompak RSI yang berada di level 73 juga menunjukkan
overbought dengan potensi harga terkoreksi. MACD masih berada di area positif. "Potensi menguat tapi terbatas," kata Deddy. Untuk besok, Deddy memproyeksikan harga batubara berada di US$ 115,40 per metrik ton hingga US$ 117,00 per metrik ton. Sementara, untuk sepekan harga batubara berada direntang US$ 114,40 per metrik ton hingga US$ 117,00 per metrik ton. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati